Betapa damainya saat merenung sambil melihat air hujan yang jatuh menetes ke bumi. Apalagi jika hujan turun di saat santai di beranda rumah. Suara derai air hujan jika dinikmati akan menjadi sebuah irama berisik yang indah. Menenangkan dan bahkan menghanyutkan orang ke dalam kesadaran yang hening.
Kita melihat kucuran air hujan yang mengalir dari setiap lekukan atap seng atau asbes atau genteng. Kucuran air di setiap lekukan itu seolah membentuk semacam tirai hidup. Bunyi deraian air yang mengucur beradu dengan permukaan tanah lembek dan yang keras menimbulkan irama dan tempo yang khas.
Saat hujan tidak terlalu deras, kita dapat mengamati bahwa kucuran air hujan yang mengalir dari setiap lekuk atap itu berlainan intensitasnya. Ada yang hanya menetes. Ada yang agak lancar. Ada pula yang mengalir terus. Kalau diamati, ternyata ritme dan intensitas air yang jatuh di masing-masing lekukan itu berbeda. Ada yang hanya mengucur tetes demi tetes. Ada yang mengalir kemudian menetes. Sementara di ujung lain mengalir lancar membentuk alur seperti tali yang bening.
Saya membayangkan air yang menetes atau mengucur itu ibarat berkah dari Tuhan. Anggap saja seolah Tuhan sedang duduk di atas atap dan menuangkan air. Dia punya kesenangan sendiri dan kehendak sendiri untuk memilih di alur mana air akan dialirkan.
Sementara kita yang duduk di bawah atap hanya menunggu. Tak tahu alur mana yang akan dialiri air. Kita hanya memandang ke atas, ke arah datangnya kucuran air tersebut. Kadang yang kita pilih alurnya, ternyata hanya memberikan beberapa tetes air saja. Sementara alur yang luput dari perhatian kita justru kucurannya lebih deras. Saat kita terlalu berharap dan menunggu alur yang lebih deras, tiba-tiba di bagian ujung lain air mengucur lebih deras, lebih lama, lebih stabil, dan lebih banyak.
Demikian pula kita saat berharap-harap akan datangnya berkah. Kita seperti orang yang duduk di bawah atap sambil menikmati hujan. Kita tidak tahu sama sekali di bagian mana aliran air akan mengucur lebih kencang seperti yang kita harapkan. Kita juga tidak tahu persis apa rencana Tuhan yang sedang duduk di atap sambil bermain air.
Mungkin kita tidak perlu memilih mana kucuran air yang hanya menetes dan mana yang lebih deras. Toh semua kucuran air itu adalah berkah, entah dari alur manapun dia mengalir. Tugas kita adalah menikmati, meyakini sambil selalu berharap. Tugas kita adalah menampung kucuran air di alur seng itu sebagai berkah yang selalu mengalir dan membasahi bumi kehidupan kita. Entah lancar, entah setetes demi setetes. Semuanya adalah berkah yang menyegarkan. Kita berharap bahwa hujan berkah itu tetap berlangsung. Semoga saja Tuhan memang masih ingin duduk berlama-lama di atap sambil menuangkan airNya. Niscaya hidup kita senantiasa basah oleh berkah. (Leo Wahyudi S)
Foto diambil dari hukumonline.com
Pesannya disampaikan dengan sangat baik dan indah oleh mas Leo. Berkah, apapun itu bentuknya, perlu kita syukuri. Dan akan lebih indah lagi bila aliran berkah itu tidak terhenti di diri kita, tapi kita mampu menyalurkannya kembali untuk sesama, dengan satu atau lain cara, dan percaya atau tidak, aliran berkah itu akan kembali lagi ke kita dengan cara yang menakjubkan. Salam sehat selalu untuk mas Leo dan keluarga.
LikeLike
Makasih banyak…sangat betul itu..nanti tunggu serial selanjutnya untuk itu ya
LikeLike
Mantab, masbro Leo mulai rajin menulis lagi.
LikeLike
Makasih banyak..mumpung mood hehe
LikeLike