
LOW LIVER
Suatu sore saya kebetulan menonton acara gosip di TransTV yang menampilkan sosok kontroversial Vicky Prasetyo sebagai salah satu pembawa acara. Lagak, pembawaan serta kehidupan pribadinya yang selalu mengundang kontroversi dan gosip menjadikan Vicky sebuah sosok selebritis. Saya terkesan dengan kata-katanya, “Kita ini jadi orang harus low liver.” Sontak istilah aneh itu membuat para pengisi acara tertawa dan tak lupa membully Vicky.
Usut punya usut, ternyata yang dimaksud Vicky adalah “rendah hati” (terjemahan harafiah kata ‘low’ dan ‘liver’). Terlepas dari istilah aneh ini, ada keutamaan hidup dari kata rendah hati atau low profile (istilah umum yang seharusnya). Saya kemudian membaca sebuah tulisan dari Hemasari Dharmabumi, Direktur Global Alwakil Indonesia, yang tersebar di media sosial tentang sosok Presiden Jokowi. Tulisan itu bertutur tentang sikap Jokowi terhadap orang yang selama ini selalu menyerang, menghina, memfitnah dirinya dengan ujaran kebencian dan hoax yang tiada henti di media sosial dan jagad maya.
Jokowi menyadari bahwa dirinya bukan siapa-siapa, bukan anak pejabat atau kaum elit, bukan orang kaya, dan tidak datang dari keluarga terpandang. Menurutnya, penghinaan itu hanya dilakukan oleh orang yang merasa tinggi kepada orang yang dianggap rendah. “Kunci menghadapi kebencian dan penghinaan adalah rendahkan hati serendah-rendahnya. Fokuskan perhatian kita untuk semakin banyak bekerja. Penghinaan apabila kita hadapi dengan rasa sombong sedikit saja, bisa membuat kita sakit. Jangan dilawan, biarkan saja,” kata Jokowi.
Tak seorang pun di dunia ini yang kebal terhadap watak manusia yang sombong dan menonjolkan ego. Dalai Lama mengakui hal ini dalam bukunya “The Book of Joy: Lasting Happiness in a Changing World” (2016). Menurutnya, kesombongan sejati berasal dari rasa tidak aman, sehingga selau muncul rasa bahwa kita lebih besar daripada orang lain. Kita takut untuk dianggap lebih kecil.
Karena kesadaran inilah Dalai Lama, sama seperti sikap Jokowi, selalu menganggap dirinya bukan siapa-siapa. Semua orang yang dijumpai pun juga sama. “Kalau saya berpikir bahwa saya orang istimewa, maka pikiran ini akan membuat saya seolah terisolasi yang makin memisahkan diri saya dari orang lain. Lalu kesombongan ini akan membuat saya berada dalam kesendirian dan kegelisahan,” kata Dalai Lama.
Tak dipungkiri dunia modern ini dipenuhi dengan nafsu kekuasaan dan kesombongan. Kerendahan hati sebagai keutamaan hidup menjadi barang yang semakin langka, bahkan mungkin hampir punah. Untunglah masih ada pemimpin yang bisa dijadikan panutan dalam hal kerendahan hati seperti Jokowi dan Dalai Lama.
Dalai Lama punya tips. Ketika kesombongan akan menghampiri dirinya, ia segera melihat seekor serangga atau makhluk lainnya, karena mereka jauh lebih baik daripada kita. Serangga itu polos dan terbebas dari pikiran jahat. Kita pun harus bersikap low liver karena kita dan semua orang yang kita jumpai juga sama-sama punya hak untuk bahagia, bukan untuk direndahkan. Semoga.***
Photo credit: seword.com
Kanggo pangeling-eling . Matur nuwun mas…!
LikeLike
Alhamdulillah..misami Mas
LikeLike
mak nyusss Mas
LikeLike
Nuwun Mas Broo
LikeLike