MENEPATI JANJI
Saya teringat sekali ketika anak-anak masih kecil, betapa sering mereka ‘berperang’ dengan ibunya. Gara-garanya sepele. Anak-anak ingin sesekali diajak main ke mall dan permintaan itu diiyakan begitu saja tanpa berpikir panjang. Padahal hari itu ibunya sudah ada jadwal dan urusan mendesak yang harus diselesaikan. Akibatnya ketika anak-anak menagih janji ibunya, ibunya kelabakan mencari-cari alasan (padahal alasannya konkret) agar anaknya mau mengerti.
Anak-anak pun lalu ngambek bersama gegara ibunya ingkar janji. Ibunya pun menjadi sewot dan nyerocos tidak keruan sambil membela diri. Ia menyalahkan anak-anak karena tidak mau tahu urusan orang tuanya, bla bla bla. Anak-anak di sisi lain juga tidak mau tahu kecuali memegang dan mengingat janji ibunya. Alhasil, suasana rumah malam itu menjadi suram dan tidak mengenakkan. Hawa negatif mendominasi mood semua yang ada di rumah. Bahkan ketika saya mengingatkan ibunya soal janjinya pun ikut kena damprat. Saya juga kena tuduh ketika berusaha menenangkan hati anak-anak agar mereka mengerti situasi yang terjadi dan alasannya. “Ayah sama saja,” jawab mereka.
Marie M. Roker, pakar pendidik anak, mengatakan anak tidak akan pernah lupa dengan janji yang tak ditepati sekalipun anak tidak selalu dapat mengingat semua kebaikan yang pernah dilakukan orang tuanya. Saat masih kecil, anak-anak sangat percaya pada orang tuanya. Ketika orang tua mereka memberikan janji namun tidak ditepati, maka mereka akan mempertanyakan kredibilitas orang tuanya. Orang tua memberikan contoh yang kurang baik. Anak akan berpikir bahwa ia pun boleh mengingkari janji suatu hari nanti. Karena itu, sebagai orang tua sebaiknya tidak gampang berjanji. Jangan terlalu menuruti segala tuntutan anak. Kalau memang orang tua tidak bisa memenuhi, katakan dengan jujur. Jangan pernah berbohong dan mengatakan ‘ya’ demi menyenangkan hati anak.
Bintang film legendaris Amerika, Marilyn Monroe, juga pernah berujar, “Promises are worse than lies. You don’t just make them believe, but also make them hope.” Janji-janji lebih buruk daripada kebohongan. Karena Anda tidak hanya membuat orang percaya, tetapi juga berharap banyak.
Karena saya tahu nasihat bijak ini, saya lalu membicarakan persoalan janji ini kepada istri. Saya katakan agar jangan memberi contoh tidak baik dengan janji-janji yang akhirnya diingkari. Lebih baik menunda dan memberi pengertian kepada anak-anak agar janji dan permintaan atau tuntutan anak-anak ketemu titik tengahnya. Saya mencoba menjadi penengah dalam persoalan ini. Namun ujung-ujungnya tetap kena semprot lagi. Gegara mengingatkan janji yang tidak ditepati, saya kena damprat kuadrat.
Tapi saya yakin, reaksi-reaksi negatif dari anak atau dari pasangan yang spontan sebenarnya tanda bahwa aksi atau apa yang kita berikan kepada mereka langsung menohok, tepat di sasaran. Dan, itu menyakitkan. Wajar kalau mekanisme pertahanan mereka keluar. Ibarat saya terkena pentalan bola yang saya tendang sendiri ke tembok, tapi bekas bola itu tetap menempel di tembok. Demi kebaikan dan contoh yang baik untuk sebuah janji, saya rela didamprat sana-sini agar janji tidak tinggal janji.*** (Leo Wahyudi S)
Photo credit: www.mamanpourlavie.com
Leave a Reply