Inspiration

MENJELANG NATAL

Sahabat, mentor, guru saya sekaligus pegiat lingkungan, Chandra Kirana ‘Kiki’ Prijosusilo, menulis di akun Facebook-nya beberapa hari menjelang peringatan Natal tahun ini. Tulisannya pendek, tapi isinya memberikan kedalaman makna. Saya mencoba menjiplak isi unggahan beliau:

“Mengikuti contoh uztad di mesjid dekat rumahku yang selalu mulai mengingatkan kami umatnya untuk salat subuh sejak jam 3 pagi…beliau setiap sepuluh menit akan mengumumkan melalui loud-speaker yang sangat loud… ‘waktu subuh kurang xx jam dan xx menit.” berkali-kali hingga subuh tiba ….

Maka…kini…saya ingin mengucapkan “Selamat Menyongsong Hari Natal untuk handai taulanku yang beragama Kristiani…” Waktu Natal kurang 6 hari lagi…….Semoga semua bahagia di dalam proses menyambut waktu peringatan kelahiran Nabi Isa Almasih ini… Salam Damai di Bumi dan di Hati.”

Bagi saya, tulisan ini merupakan sebuah bentuk ucapan, penghormatan, respek yang penuh ketulusan beliau. Unggahan ini merepresentasikan sebuah penghargaan terhadap pluralitas yang out of the box. Ucapan Natal yang anti-mainstream tanpa harus kehilangan jati diri seperti yang dikhawatirkan oleh orang-orang berpemahaman sempit tentang larangan ucapan di hari keagamaan terhadap pemeluk agama atau keyakinan lain. Terus terang saya baru kali ini mendapatkan ucapan Natal dalam format yang lain dari biasanya. Ucapan itu menyentuh di lubuk hati saya yang terdalam.

Ucapan tersebut tidak hanya sekedar ucapan atas perayaan, tapi sebuah ajakan untuk mempersiapkan hati dan batin ketika akan merayakan hari kelahiran Nabi Isa Almasih. Memang sebenarnya bagi umat Katolik ada masa selama kurang lebih sebulan yang disebut masa Adven sebagai sebuah penyiapan batin penyambutan kelahiran Sang Juru Damai.

Namun ucapan beliau yang Muslim ini seperti membunyikan bel ketika momen perayaan umat Kristiani sudah dekat. Saya sendiri tidak menyiapkan diri secara khusyuk selama sebulan sebelum Natal. Beban pekerjaan, tanggung jawab sosial, keluarga, dan peran-peran lain sudah terlalu mendominasi. Ketika hari perayaan Natal makin mendekat, saya, dan mungkin banyak juga orang Kristiani lainnya, justru sibuk dengan persiapan liburan, pulang kampung, rencana perjalanan, destinasi wisata, menu dan gaun pesta, dan sebagainya.

Akhirnya ketika momen Natal tiba, perayaan itu ‘hanya’ menjadi sebuah momen penanda dari seluruh rangkaian agenda acara rencana liburan dan pesta Natal. Natal bukan menjadi sentral. Saya pun mengalami hal ini. Natal mendapatkan esensinya hanya pada saat mengikuti ibadah perayaannya, serta beberapa hari sesudahnya. Padahal harapannya, Natal yang membawa pesan damai itu seharusnya dihayati menjelang, pada saat, dan setelahnya. Persis seperti pesan di Facebook tadi, saat menyongsong pun seharusnya sudah ada damai di bumi, di hati, di keluarga, di masyarakat, di lingkungan kerja, dan dimana saja. Natal yang penuh damai di bumi dan di hati seharusnya dirayakan setiap hari sebagai pribadi yang baru dilahirkan.*** (Leo Wahyudi S)

Photo credit: express.co.uk

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: