SEGENGGAM GULA PASIR
Suatu kali seorang ayah memanggil kedua anaknya yang masih kecil. Ia menyuruh kakak beradik itu untuk membuka lebar-lebar tangan kanannya menghadap ke atas. Kemudian sang ayah menuangkan gula pasir itu pelan-pelan ke telapak tangan anak-anak itu.
Pertama, sang ayah menuangkan gula pasir itu ke tangan kanan sang kakak. Gula pasir pun mengalir deras ke telapak tangan yang terbuka itu. Gula pasir itu lama-lama bertambah dan membentuk gundukan di telapak tangannya. Sampai di ketinggian tertentu, gundukan gula pasir itu tak berubah. Saat gula dituang terus menerus, maka kelebihannya akan mengalir turun melalui sela-sela jarinya. Lama kelamaan, aliran gula pasir itu pun makin banyak. Akhirnya tercipta empat gundukan gula pasir di bawah telapak tangannya.
Sang ayah kemudian ganti menuangkan gula pasir ke telapak tangan sang adik. Gula pasir itu jatuh mengalir ke telapak tangan kanannya. Ketika gula pasir itu sudah mulai menggunung, sang ayah menyuruh sang adik menggenggam gundukan gula pasir yang sudah menggunung di tangannya. Gundukan itu pun hancur ketika tangannya menggenggam. Gula yang sudah terkumpul pun jadi hilang, menyisakan sedikit di dalam genggaman tangannya. Banyak gula yang keluar dari sela-sela jari yang menggenggam itu.
Sementara itu, sang ayah tetap menuangkan gula pasir itu. Gula yang jatuh pun hanya terlewat ketika membentur tangan yang menggenggam itu. Tak ada lagi gula pasir yang menggunung ketika tangan menggenggam. Semuanya terlewat dan berjatuhan di luar genggaman tangan tersebut.
Sang ayah pun lalu menjelaskan makna di balik cerita gula pasir itu. “Ketahuilah, nak, Tuhan itu Maha Pemberi dan Maha Pemurah. Tuhan tak pernah henti mengucurkan berkahNya seperti kucuran gula pasir tadi. Tugas kita hanyalah membuka telapak tangan kita lebar-lebar agar kucuran berkah itu terkumpul di telapak tangan kita,” kata sang ayah. Jika tangan kita selalu terbuka, maka berkah Tuhan pun tetap melimpah di tangan kita. Kelebihan berkah kita pun menjadi berkah bagi orang lain yang ada di bawah kita. Saat tangan kita terbuka, maka berkah yang kita terima tetap melimpah.
Lain halnya dengan gula pasir di tangan sang adik. Ketika tangannya menggenggam, maka berkah itu hanya akan terlewat, membentur tangan yang menggenggam dan terjatuh berserakan. Berkah yang diterima hanya sebesar genggaman tangan. Jumlahnya hanya sebesar genggaman tangan kita. Tidak lebih. Seolah dengan menggenggam erat, maka kita mendapatkan berkah berlimpah. Padahal kenyataannya tidak demikian. Semakin kita pelit dan tidak mau berbagi berkah, maka kita hanya mempunyai sedikit. Berkah kita tak pernah bertambah. Berkah yang seharusnya kita terima justru tumpah ke semua arah, mengalir ke banyak orang yang lebih memerlukan berkah tersebut.
Tuhan tidak pernah berhenti mengucurkan berkah. Semakin kita terbuka terhadap berkah Tuhan, maka berkah kita akan melimpah dan bahkan menjadi berkah juga bagi orang lain. Tetapi kalau kita tidak mau berbagi dan tetap menggenggam berkah yang sudah kita terima, maka berkah kita tidak akan pernah bertambah. Banyaknya hanya sebesar genggaman tangan yang egois itu. Berkah Tuhan tak akan berlimpah bagi orang yang pelit dan sulit berbagi.*** (Leo Wahyudi S)
Photo credit: WowKeren.com
Leave a Reply