Opinion

Photo credit: theengineer.co.uk

MENTAL MODEL

Sembilan puluh satu tahun lalu, pemuda Indonesia dari berbagai suku, ras, agama dan golongan berkumpul oleh sebuah kesadaran kolektif tentang kebangsaan. Salah satu tujuan utamanya adalah memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia. Mereka pun lalu berikrar untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, Indonesia. Momen itulah yang menjadi penanda peringatan Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober.

Sembilan puluh satu tahun kemudian, Indonesia makin memiliki beragam generasi. Ada Generasi Baby Boomers yang usianya berkisar antara 54-76 tahun, Generasi X dengan rentang usia 38-53 tahun, Generasi Y antara 22-37 tahun dan Generasi Z yang berkisar 0-21 tahun. Dua Generasi terakhir, X dan Y, yang biasa dijuluki Generasi Millenial ini rupanya sangat mendominasi populasi generasi di Indonesia dewasa ini. Masing-masing generasi ini memiliki karakteristik dan dinamika tersendiri yang mewarnai proses berbangsa dan bernegara.

Namun, di tengah hiruk-pikuk perkembangan dunia modern dewasa ini, nilai-nilai kehidupan sebagai sebuah bangsa semakin terlihat ada dekadensi. Generasi sebelum millennial cenderung mempersepsikan bahwa terjadi kelunturan rasa nasionalisme, patriotisme, kebersatuan, apalagi persatuan. Bahkan, ikrar para pemuda pada 1928 bisa jadi kehilangan marwah awalnya di tengah era pasca-kebenaran (post-truth era). Semua orang seolah memiliki kebenaran yang diyakini dan diperjuangkan sendiri. Konsep ‘Indonesia’ pun lebur tanpa sekat di era ‘internet-of-thing’ seperti sekarang ini. Identitas tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia seolah kabur pemaknaannya.

Maka momentum peringatan Sumpah Pemuda kali ini dapat menjadi pengingat lintas generasi untuk kembali menyadari kesatuan dan ke-Indonesia-an agar melekat kuat lagi seperti yang sudah dipatri oleh para pendiri bangsa. Kita layak mengembalikan rasa nasionalisme ala sepakbola, atau cabang olahraga lain, dimana para atlit Indonesia berjuang mati-matian agar bisa melihat bendera Merah Putih berkibar dengan gema Lagu Indonesia Raya dalam laga internasional. Momen-momen olahraga yang membawa nama Indonesia sungguh membangkitkan rasa nasionalisme anak bangsa, tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.

Kesadaran kolektif dan kesamaan imaji tentang Indonesia sangat perlu dibangun untuk mengembalikan roh Bhinneka Tunggal Ika yang teramat luhur maknanya. Perbedaan bukan untuk ditonjolkan, tapi dipersatukan untuk sebuah keutuhan tanpa harus kehilangan perbedaan itu. Kita harus membangun tim yang utuh dan kuat dengan bahasa satu, yaitu Bahasa Pancasila, menurut Rektor Universitas Sanata Dharma, Johanes Eka Priyatma, dalam opininya (Kompas, 28/10/2019). Benarlah apa yang dikatakan oleh Dennis Sherwood dalam bukunya “Seeing the Forest for the Trees”, bahwa sebuah tim yang kuat hanya akan terbentuk jika masing-masing orang memiliki model mental (mental model) yang selaras. Model mental inilah yang menentukan tindakan, tingkah laku dan pilihan dari realitas yang dipersepsikan. Untuk membangun tim bangsa Indonesia yang kuat dan selaras, maka diperlukan kesadaran kolektif dan imaji tentang Indonesia dan Pancasila. Dengan demikian, marwah Sumpah Pemuda insya Allah akan tetap terjaga dan makin dihidupi secara lintas generasi seiring kemajuan jaman. Semoga. ***

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: