RAMBUT
Situasi yang ditimbulkan oleh dampak Covid-19 beraneka ragam. Ada hal yang dulu lumrah, menjadi tidak biasa. Ada hal yang dulu tidak biasa, sekarang justru menjadi biasa. Bersalaman adalah hal lumrah. Tapi sekarang hampir dilarang demi menyetop penularan virus. Berjemur diri di matahari pagi dulu hal yang tidak lazim dan kadang dianggap memalukan, karena yang biasa melakukan adalah para pengangguran yang tidak ada aktifitas pekerjaan. Tapi di masa pandemi, berjemur menjadi jamak. Orang beramai-ramai duduk, jongkok, berdiri, di bawah terik matahari pagi dengan harapan virus tidak tahan kena terik matahari.
Begitu pula urusan rambut di kepala, terutama para pria atau anak laki-laki. Gegara Covid-19, salon atau tukang cukur banyak yang tutup atau dilarang buka. Sementara rambut tidak bisa dilarang tumbuh. Alhasil, banyak wajah baru dari teman, sanak saudara dan tetangga, gegara rambutnya yang pada gondrong melebihi takaran biasa. Hampir jarang ada laki-laki yang berkeliaran dengan potongan rambut klimis dan rapi di tengah situasi sosial yang serba berjarak ini. Lama-lama, orang pun sudah tidak peduli dengan tampilan, terutama soal gaya rambut.
Saya pun mengalami. Saya bahkan sampai lupa wajah saya seperti apa. Bukan karena tidak mau bercermin, tetapi karena saya jijik sendiri melihat pertumbuhan rambut yang mulai liar dan tidak tahu diri. Kebetulan rambut kepala saya memang susah diatur. Jadi ketika tidak ada yang mengatur seperti saat ini, tumbuhnya seperti semak belukar yang tumbuh liar.
Untunglah salah satu sahabat saya yang menjadi bos sebuah perusahaan jatuh kasihan melihat tampilan kepala saya yang mulai menyebalkan untuk dilihat. Ia mendonasikan rejekinya untuk membelikan alat cukur elektrik.
Sayangnya, alat profesional itu bukan berada di tangan penata rambut profesional. Tidak seorang pun dalam keluarga saya yang bisa memangkas rambut kepala. Alhasil, saya menyerahkan diri sebagai kelinci percobaan. Pangkas rambut dilakukan pada malam hari secara bergantian oleh istri dan anak saya. Saya pun lega. Hasilnya pasti gampang ditebak.
Keesokan harinya, saya merasa percaya diri dengan kepala yang terasa ringan dan tampilan meyakinkan. Saya foto diri dan mengirimkannya ke sahabat yang membelikan alat cukur. Jawabannya sungguh melegakan, “Seperti penyanyi dangdut kampung wkwkwkwk…”
Ketika saya keluar rumah, saya mendengar beberapa tetangga bergunjing di belakang saya. Begitu saya toleh, mereka tersipu. Pasalnya, mereka sedang terpingkal-pingkal melihat potongan rambut saya. Ada yang tertawa lepas dan vulgar. Ada yang tertawa diam-diam. Puncaknya, seorang nenek berjalan di depan saya dan badannya berguncang-guncang. Matanya agak merem melek karena sebagian wajah tertutup masker. Saya hanya melongo. Usut punya usut, ternyata nenek tadi menertawakan gaya potongan rambut saya.
Saya lalu masuk rumah dan bercermin dengan saksama. Ternyata, alamak, potongan rambut saya memang parah dan amburadul. Bukan hanya gayanya yang parah, potongannya pun tidak rata. Ada yang masih panjang. Ada yang terpotong tipis. Jadi kalau disisir dengan benar, hasilnya seperti mata gergaji tumpul, naik dan turun tak beraturan. Saya protes ke anak dan istri saya yang memangkas rambut saya.
“Mas, sudah iklaskan saja potongan rambutmu. Inilah saat untuk berbagi. Kita tidak bisa berbagi harta, tapi kita bisa berbagi tawa untuk orang lain. Potongan rambutmu itu membuat orang tertawa. Sangat menghibur di saat sedang susah seperti sekarang ini. Sudahlah, biarkan orang lain bahagia. Itu pemberian kita,” kata-kata istri saya sangat menghibur sekaligus menohok martabat kepala saya dengan potongan norak itu.
Potongan rambut saya ternyata seperti gaya rambut Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara, tapi versi terjeleknya. Atau, dari belakang, rambut saya seperti kepala suku Amazon yang potongan rambutnya lebat menggantung, tetapi versi kasar dan tidak rapi sama sekali.
Tak apalah, kapan lagi saya bisa menghibur tetangga dan keluarga saya. Begitu pikir saya sambil menunggu revisi pangkas rambut remedial tahap kedua dan ketiga nantinya. Saya pun malah sering ke luar rumah agar makin banyak orang tertawa ketika melihat tampilan saya.***(Leo Wahyudi S)
Photo credit: gridfame-grid.id
Leave a Reply