Literature

HA TIGA

Kurang apa lagi sih dengan segala kelebihan yang kau miliki? Bentuk badanmu bagus. Tinggi, rambut hitam lepas mengurai di punggungmu. Mata bening berpadu senyum yang selalu indah dipandang. Jendela hatimu selalu berkarib dengan sorot mata dan senyummu. Berjajar ketegaran dan ketulusan. Seolah menjadi benteng kokoh yang melindungi kerapuhan sosok perempuan yang kodrati. Ronamu pun bisa bersalin rupa, bermetamorfosa dari kecantikan alami. Saat dandan, saat biasa, saat bangun tidur, saat kuyu, saat ceria, kau sungguh pemain watak seribu muka. Semua cantik. Subyektif sih. Namun ketika subyektifitas menjadi perpektif kolektif, toh akhirnya akan memunculkan obyektifitas. Semua karena wajah cantik seribu muka yang sering mengecohku saat kulihat mukamu di media sosial.

“Masih kurang apa lagi? Tugasmu tinggal mensyukuri seabreg berkah dan anugrah. Masih kurang cantik lagi?” kataku memrotes. Semua gegara dia bilang bahwa sudah lama tak melakukan perawatan. Yah, semenjak prahara itu bermunculan. Dua puluh empat jam tambah sebelas jam pun belum cukup memberi ruang untuk setiap keping prahara.

Wajar juga sih, bagi seorang perempuan semacam dia. Merawat diri bagian dari mencintai diri. Wajar pula sih kalau ia seolah telah kehabisan waktu bahkan untuk memoles goresan di kuku jari, yang bagi laki-laki tak penting. Tapi toh tanpa perawatan tubuhnya masih selalu indah untuk dinikmati indera penglihat. Perkara persepsi soal kebutuhan antara laki dan perempuan inilah yang sering jadi biang ribut dalam sebuah relasi. Selalu ada dua dikotomi persepsi yang berbeda.

“Wah, semalem gua jadi malu ama suami gua. Gilak! Gua kayak kesetanan. Minta nambah melulu. Suami gua tepar, nggak kuat. Nih gara- gara suntik seminggu lalu,” kata seorang ibu paruh baya.Teman seperawatan yang rutin menyambangi ahli kecantikan langgananku. “Lu sendiri gimana, say? Bisa berapa ronde ama laki lu?”

Bagaikan petir di siang bolong menyambar kuping. “Aku harus jawab apa, Mas? Menyakitkan, tau. Boro-boro satu ronde. Tiga bulan sekali aja belum tentu,” kata Novin.

Gegara suntikan gerovital H3 bikin sakit hati. Gegara H3 pula jadi mengingatkan akan hari H untuk menunggu ketok palu hakim yang mensahkan bahwa aku akan sendiri lagi. Memisahkan sumber prahara agar hidupku tenang. Aku hanya ingin setting ulang. Restart agar komputer hidupku tidak hang, crashed.

Tak hanya antara laki dan perempuan, gagal paham pun kadang terjadi di kalangan perempuan. Padahal hanya soal perawatan. *** (Leo Wahyudi S)

Photo credit: eyanasalo.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: