Writing Tips

MENULIS, YUK

Read, read, read. Read everything – trash, classics, good and bad, and see how they do it. Just like a carpenter who works as an apprentice and studies the master. Read! You’ll absorb it. Then write. If it’s good, you’ll find out. If it’s not, throw it out of the window.”

–William Faulkner

“Membaca, membaca, membaca. Bacalah semua bacaan, entah bacaan sampah, klasik, entah baik atau buruk. Lalu lihatlah bagaimana itu terjadi. Ini ibarat seorang tukang kayu yang bekerja dan magang kepada seorang pakar. Bacalah! Anda akan menyerap itu semua. Kemudian menulislah. Kalau tulisannya bagus, Anda berarti bisa. Kalaupun tidak bagus, buang saja lewat jendela.” William Faulkner adalah seorang penulis terkenal kelahiran Missisipi, Amerika, pada 1919. Ia menulis banyak karya sastra, novel, cerita pendek, drama, essai, naskah drama. Ia pernah mendapatkan hadiah Nobel karena kiprahnya.

Banyak orang sekarang jeri ketika diajak menulis. Saya tidak tahu. Apakah ini karena trauma masa pendidikan dulu bahwa pelajarang mengarang dalam Bahasa Indonesia itu sungguh menakutkan. Mengarang menjadi momok. Apalagi anak sekarang, anak Generasi Millenial akhir dan Generasi Z yang terlahir sudah mulai melek gawai dan teknologi. Mengarang bukan pilihan mengenakkan. Bahkan mengarang menjadi beban berat. Tak hanya murid, guru pun sebenarnya juga, kalau jujur, mengalami kesulitan atau keengganan untuk membuat tulisan atau karangan.

Orang dan generasi muda jaman sekarang menganggap pelajaran mengarang atau tugas membuat tulisan itu sesuatu yang membebani. “Aku tidak bisa menulis”, “Menulis itu sulit”, dan seabreg alasan lainnya untuk menghindar. Ironisnya, orang dan generasi berteknologi 4.0 sudah tidak bisa dipisahkan dari dunia maya dan jagad media sosial. Gaya dan cara berkomunikasi sekarang justru didominasi oleh bahasa tulisan dan visual. Bukan komunikasi suara. Coba kita jujur pada diri sendiri, berapa ratus huruf, kata, dan kalimat yang sudah Anda buat dalam sehari untuk berkomunikasi melalui WhatsApp? Berapa puluh gambar yang sudah Anda lihat? Berapa postingan Facebook yang Anda komentari dalam sehari? Dengan pengakuan ini, apakah ini menjadi bukti yang sahih bahwa Anda ‘tidak bisa menulis”?

Selain menulis, siswa sekolah atau bahkan mahasiswa akan mengeluh kalau diberi tugas untuk membaca literatur bahan kuliah atau pelajaran. Sama dengan menulis, membaca dianggap sebagai momok. Beban tiada tara. Sulit untuk mencerna dan duduk membaca. Stigma yang kuat dan sudah tertanam lama adalah bahwa membaca identik dengan penugasan terhadap seseorang untuk menjadi kutu buku yang harus melahap buku tebal dengan bahasa yang sulit dipahami nan berat. Masih ada segudang alasan lain untuk menghindari tugas membaca.

Faktanya, di jaman teknologi media sosial di era 4.0 ini, orang sudah tidak bisa lepas dari gawai. Artinya, gawai sudah menjadi kebutuhan primer agar orang merasa selalu terhubung satu sama lain di belahan dunia manapun. Adalah suatu kebohongan yang naif kalau Anda malas membaca. Buktinya, berapa ratus kata dan kalimat yang Anda baca dalam lalu lintas media sosial WhatsApp, Facebook, Instagram atau platform media sosial lainnya dalam sehari? Berapa ratus baris kalimat yang Anda baca dari sebuah berita atau informasi yang dikirimkan orang lain kepada Anda? Semua Anda lahap, entah itu informasi benar atau disinformasi atau hoax. Anda harus membaca untuk saling berkomunikasi. Komunikasi teks di era teknologi yang semakin maju ini justru lewat bahasa teks dan tulisan. Berarti ada dua prasyarat mendasar, Anda harus membaca dan Anda harus menulis agar komunikasi tetap berjalan melalui media dan gawai Anda.

Anda masih mau mengelak, bahwa Anda tidak mau membaca dan tidak bisa menulis? Tapi kan itu tulisan dan bacaan yang ringan, jadi gampang. Mungkin itu alasan ngeles lagi. “Kalau membaca atau membuat tulisan serius, itu lain lagi. Itu pasti sulit.” Sudahlah, bukti-bukti sudah cukup, bahwa Anda sesungguhnya mampu dan sangat bisa membaca dan menulis. Masalahnya, sekarang adalah Anda ditantang untuk membaca secara serius sedikit dan membuat tulisan yang tertata dan serius sedikit. Saya yakin Anda pasti bisa.

Syaratnya satu. Seperti yang dikatakan Faulkner, membaca, membaca, membaca. Anda baca bacaan apapun, entah itu bacaan bagus atau sampah, jorok, tidak bermutu. Anda akan menyerap atau mengkritisinya. Baru kemudian Anda punya modal untuk bisa menuliskan sesuatu. Kalau bagus, syukurlah. Kalau tulisan tidak bagus, ya sudah, hapus atau delete. Gampang, kan? Tidak ada yang susah untuk bisa menulis. Intinya, menulis dengan pengetahuan dari apapun yang sudah Anda baca. Entah itu dari koran, portal berita, media sosial, WhatsApp, Facebook, Instagram, Line, email, buku, atau bahkan dari ‘membaca’ dari cerita yang Anda dengar, yang Anda jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Sudah banyak yang ingin saya sampaikan untuk memotivasi Anda agar mau membaca dan menulis sesuatu. Intinya, lepaskan pikiran bawah sadar Anda bahwa MEMBACA dan MENULIS adalah dua sahabat yang saling melengkapi dan saling memperkaya. Anda sudah terbukti bisa membaca dan menulis ratusan kata dan kalimat dalam satu hari. Anda mampu. Menulis itu gampang. Bukan perkara sulit. Yakini hal ini dulu. Kalau tidak, menulis akan menjadi mental block yang akan menghambat Anda sampai akhir hayat dikandung badan.

Nantikan di tulisan-tulisan saya selanjutnya. Saya akan mengajak Anda, atau memotivasi Anda, untuk mau menulis sesuatu. Saya ingat kata-kata Albert Camus, seorang filsuf dan pengarang Aljazair, “Tujuan seorang penulis adalah menjaga agar peradaban tidak mengalami kehancuran diri.” Maka, menulislah, agar peradaban kita tetap langgeng. *** (Leo Wahyudi S)

Photo credit: FedSmith.com   

3 thoughts on “Writing Tips

Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: