BALADA SUNGAI KOTOR
Banjir awal 2020 ini mulai surut. Warga bergotong royong membersihkan rumah dan lingkungan mereka. Di kompleks perumahan, perkantoran, rumah sakit bahu membahu mengeringkan sisa-sisa genangan banjir. Genangan yang terperangkap dan tidak ada salurannya disedot dan dibuang ke arah sungai. Air dikembalikan ke habitat dan jalur aslinya.
Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya jika air terus menggenang di suatu tempat tanpa pernah tahu jalan keluarnya. Pasti airnya lama kelamaan akan menghijau karena lumut atau bahkan menghitam. Air sungai di dekat komplek saya pun demikian. Sebelum musim penghujan datang, sungai kelihatannya seperti mati segan hidup pun tidak. Aliran air yang biasa deras, saat itu tinggal sedikit. Sebagian lagi menggenang tanpa pernah mendapat jalur untuk mengalir. Akibatnya lama kelamaan air menjadi hitam seperti comberan di got raksasa. Baunya pun luar biasa.
Saya lalu teringat kisah yang ditulis oleh Grace Natalie, ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang cukup fenomenal karena keberaniannya melawan arus di DPRD DKI Jakarta. Grace menuliskan kisah papanya yang menjadi dokter senior murah hati. Papanya terkenal baik hati karena sering menolong pasien dengan menggratiskan operasi, sekalipun berbiaya mahal. Sebagai anaknya Grace tidak setuju dengan sikap papanya. Karena ia melihat banyak orang memanfaatkan kebaikan papanya agar bisa mendapatkan fasilitas kesehatan dan operasi gratis dengan mengaku-aku miskin.
Menghadapi Grace yang sewot, papanya mengatakan sebuah metafora sungai yang airnya tidak mengalir. Kotor, bau dan banyak sampah. “Itulah hidup kalau kita tidak pernah mau berbagi, akan menjadi kotor dan bau. Karena kita hanya pandai menerima aliran dari setiap sungai, namun hanya kita tumpuk sendiri. Akhirnya semua sampah dan kotoran akan menempel di hidup kita. Persis seperti sungai bau yang tidak mengalir itu,” tulis Grace yang mengutip kata-kata papanya.
Reb Anderson, seorang Guru Zen dan penulis buku di San Francisco, pun punya kata-kata menarik tentang kepelitan dalam hidup manusia. Ia mengatakan bahwa membantu orang mengajari kita bagaimana kita dibantu. Belajar tentang cara memberi kepada diri sendiri juga mengajari kita untuk tahu bagaimana memberi pada orang lain. Kalau kita pelit dengan diri sendiri, maka kita pun akan pelit juga kepada orang lain. “Seandainya kau tahu bagaimana segala sesuatu diberikan kepadamu, maka kau juga akan dapat memberi segala sesuatu kepada orang lain,” kata Anderson.
Maka, saran saya, dan juga untuk saya sendiri, agar kita jangan pelit terhadap diri sendiri. Karena kalau kita pelit dengan diri sendiri, maka kita pun akan pelit terhadap orang lain. Toh yang kita punya hanya pemberian dari Sang Maha Pemurah. Jangan kita simpan sendiri agar tidak bau comberan seperti sungai yang tidak mengalir. Mari kita renungkan bersama kebenaran pepatah Perancis yang mengatakan “orang yang pelit akan selalu miskin”. Semoga kita tidak pelit berbagi dan tidak menjadi sungai kotor dan bau.*** (Leo Wahyudi S)
Photo credit: jurnalmedia.com
Leave a Reply