PILIHAN DI TAHUN YANG BARU
Salah satu bapak bangsa Amerika, Benjamin Franklin pernah berujar, “Be at war with your vices, at peace with your neighbors, and let every new year find you a better man.” Perangilah semua sifat burukmu, berdamailah dengan sesamamu, dan biarkan setiap tahun baru membuatmu menjadi orang yang lebih. Kata mutiara ini menggelitik saya untuk membuat tulisan pendek di penghujung 2019 untuk menyambut kedatangan 2020. Sederhana tapi kaya makna.
Menyambut penghujung tahun, biasanya orang beramai-ramai mengevaluasi sebuah perjalanan hidup. Lalu orang berlomba-lomba melakukan introspeksi diri sebelum kemudian berkompetisi untuk membuat sebuah resolusi, atau niatan baik, di tahun yang baru. Alih-alih melakukan muhasabah atau introspeksi diri, orang justru bisa terjebak pada segala kekurangan dan ketidakbaikan yang telah bertumbuhkembang selama tahun sebelumnya. Orang tenggelam pada keburukan yang sedianya mau diperbaiki di tahun yang baru. Orang berhura-hura, berpesta pora, membuang dan membakar duit demi kesenangan sesaat untuk merayakan pergantian tahun. Budaya hedonis justru sedang dimulai ketika mengawali sebuah tahun yang baru.
Saya tidak sedang nyinyir dengan segala kemewahan dan pesta pora menandai pergantian tahun. Sah-sah dan hak setiap orang untuk merayakan dengan cara apa. Saya hanya menertawakan sebuah ironi. Katanya sedang berintrospeksi untuk membuat sebuah resolusi di awal tahun baru, tapi tetap saja berkubang dengan dunia lama yang penuh hura-hura (terutama yang beruntung hidup di kota). Padahal mungkin saja di malam pergantian tahun masih banyak orang yang sedang memikirkan bagaimana membeli beras satu liter untuk anaknya yang sedang kelaparan. Atau, sedang termenung menunggu keluarganya yang sakit dan butuh biaya di malam pergantian tahun. Atau, yang sedang termangu menunggu rejeki sekedar untuk membeli lauk telor dadar yang jarang dirasakan keluarganya. Apakah yang sedang membeli kembang api yang harganya ratusan ribu dan terbakar dalam beberapa menit masih bisa ingat akan saudaranya yang jauh di kampung dan masih berharap dapat melihat lampu listrik menyala? Apakah yang tidur di hotel bertarip jutaan semalam masih ingat bahwa ada orang lain yang masih tidur di emperan toko atau di gerobak pemulung menahan terpaan angin malam di tengah bau sampah?
Ketika sadar, orang lalu akan ‘pura-pura’ bertobat dan membangun niat agar menjadi lebih baik, lebih soleh, lebih bertakwa, lebih sejahtera, lebih bahagia dibanding tahun sebelumnya. Orang lalu beramai-ramai menggantungkan nasib dan kesejahteraan hidupnya di tahun yang baru. Samuel Mulia dalam kolom Parodi di Kompas beberapa hari lalu dengan satir mengatakan bahwa dirinya sungguh bodoh menggantungkan hidup dan kesejahteraan pada tahun baru. Padahal tahun baru adalah benda mati. Yang bisa membuat sejahtera atau sengsara bukan tahun baru, tetapi sikap kita sendiri.
Ada banyak pilihan dalam setiap kehidupan. Toh hidup adalah pilihan. Di tahun 2020 bakal ada 365 hari, atau 8.760 jam atau 525.600 menit yang akan kita jalani. Dalam setiap menit hidup kita selalu dihadapkan pada pilihan. Mau jadi baik atau jahat, sejahtera atau sengsara, kaya atau miskin, sombong atau rendah hati, bersyukur atau iri hati, menerima atau menuntut. Banyak sekali pilihan yang harus kita ambil. Pilihan ada di dalam kesadaran kita masing-masing. Mengutip kata-kata Benjamin Franklin tadi, apakah kita mau menjadi lebih baik di setiap tahun yang baru, semua terserah kita. Rentang tahun terlalu panjang untuk membuat suatu perbaikan. Tanpa dilandasi perubahan setiap detik dari hidup kita, mustahil perubahan setiap tahun akan terjadi.
Merayakan setiap detik untuk perubahan yang baru mungkin lebih aktual. Perayaan detik baru tidak harus identik dengan hura-hura, pesta, mabuk-mabukan. Perayaan penuh kemeriahan justru lebih sering berakhir pada kehilangan kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik. Waktu dan pola hidup yang lama akan terus terulang. Kecuali ada perayaan di setiap detik baru yang membawa kebaruan dalam hidup kita.
Yang lebih mendasar adalah bukan lama dan barunya tahun melainkan sikap hati dan kemauan untuk memilih menjadi semakin baik setiap saat, setiap detik hidup kita. Apakah kita mau menjadi baru di setiap detik di depan kita? Itulah makna kebaruan di tahun baru sesungguhnya. Selamat Tahun Baru 2020. *** (Leo Wahyudi S)
Photo credit: kompas.com
Leave a Reply