Inspiration

LOMBA MELAMUN

Di Korea Selatan ada sebuah lomba unik, Lomba Melamun. Lomba yang dijuluki ‘Space Out Challenge’ ini diadakan pada 2014. Peserta diberi waktu 90 menit untuk melamun sepuasnya. Setiap 15 menit tim medis akan memeriksa detak jantung tiap peserta. Pemenangnya adalah mereka yang memiliki detak jantung paling tenang selama melamun tersebut. Tujuan lomba ini untuk menginspirasi orang untuk rileks dan menghilangkan stress dengan cara melamun.

Sementara dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan melamun menjadi hal aneh. Di jaman dengan kemajuan teknologi yang serba cepat, orang melamun akan menjadi tontonan unik dan langka. Orang melamun rentan dicap sebagai orang aneh. Kalau kebanyakan melamun malah dicap gila atau hilang ingatan. Atau, anak Generasi Z sekarang melihat orang melamun akan menganggap mereka sedang ‘halu’ (halusinasi) atau ‘freak’ (aneh). Melamun selain langka juga menjadi kegiatan yang dianggap melanggar hukum alam di dunia yang bergerak serba cepat.

Jangankan melamun, melihat sesuatu yang berjalan lambat sering membuat kita gusar, marah, dan bahkan stres. Coba saja kita ingat, kapan kita marah-marah karena kendaraan di depan kita berjalan lambat? Kapan kita ngomel berkepanjangan karena koneksi internet lemot? Kapan terakhir kita fakir bandwidth alias miskin kuota internet, sehingga marah-marah karena YouTube atau media sosial lain hanya menampilkan lingkaran yang berputar-putar tiada henti? Kapan kita terakhir marah-marah dengan antrean di depan kita yang berjalan lambat, sekalipun itu lansia yang tertatih-tatih jalannya? Perlambatan sering memancing adrenalin kita naik lebih cepat dari biasanya (yang juga selalu cepat).

Di era internet of things dewasa ini, kecepatan menjadi dewa yang harus diagung-agungkan. Menurut Carl Honore dalam bukunya “In Praise of Slowness” (2005), akar dari jaman serba cepat ini adalah ekonomi kapitalisme modern. Sampai-sampai, di jaman modern manusia ada untuk menjadi budak ekonomi. Bukan sebaliknya, kitalah yang seharusnya mengatur ekonomi. Waktu yang lama, pekerjaan yang lamban menyebabkan sebuah proses yang tidak produktif. Akibatnya, dalam kapitalisme turbo, kondisi lambat membuat laba mengecil, mudah terjadi kesalahan, kualitas tidak terjaga. Sementara pekerja pun makin tidak nyaman karena besarnya tekanan produksi. Tidak heran kalau banyak orang modern gampang mengeluh karena stres, insomnia, migren, hipertensi, gangguan lambung, dan sebagainya. Belum lagi dampak kesehatan mental yang juga terganggu.

Tetangga saya ada yang mengalami hal sepert ini. Tingkat stres di kantornya membuatnya seperti orang yang gampang bengong. Kalau diajak omong selalu gagal paham. Parahnya, kawan ini tidak punya keberanian untuk keluar dari lingkungan pekerjaan yang menyiksa lahir dan batin itu. Menurut Honore, kehidupan yang serba tergesa-gesa ini membuat kita cenderung hanya melihat segala sesuatu secara dangkal. Tidak ada lagi koneksi mendalam antara kita dengan dunia dan dengan sesama. Kita lalu tidak pernah punya waktu lagi untuk keluarga, masyarakat, sahabat. Percepatan waktu dan hidup yang serba terburu-buru ini membuat kita kehilangan kemanusiawian kita.

Maka tak heran kalau sekarang banyak orang ingin melarikan diri dari kehidupan yang serba cepat dan terburu-buru. Banyak yang menemukannya dalam ajaran agama. Semua agama mengajarkan agar kita sabar, pelan-pelan, tidak tergesa-gesa sehingga kita dapat terhubung dengan diri sendiri dan Tuhan. Semua ingin mendapat pencerahan. Tapi pencerahan tidak dapat dipercepat. Dengan melambat, lalu diam, akan kita temukan yang kita cari. Tuhan berada dalam keheningan. Agar hening dan tidak stres, marilah kita berlomba untuk melamun barang sejenak. ***(Leo Wahyudi S)

Photo credit: liputan6.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: