Saya teringat tulisan permenungan Anthony de Mello tentang kehidupan modern yang ditulisnya dengan sederhana. Ia mengisahkan tentang pertemuan para binatang yang galau. Mereka saling menyampaikan keluhan yang mereka alami. Seekor lembu menyesalkan ketika manusia makin hari makin mengambil daging dan susunya. Ayam pun juga mengeluh karena makin banyak kawannya yang mati untuk diambil daging dan telurnya. Babi pun tak kalah galau, karena makin banyak manusia yang mengambil dagingnya. Bahkan kalau terkena penyakit sedikit, manusia tak segan untuk membuang atau mematikannya secara massal.
Siput pun mendengarkan dengan seksama keluhan kawan-kawan binatang tersebut. Ketika tiba gilirannya, siput merasa berbangga. Karena hanya sedikit manusia yang mengambil dagingnya. Namun masih ada satu hal yang membuatnya tidak galau. “Aku mempunyai sesuatu yang mereka inginkan lebih daripada segala sesuatu. Mereka tentu akan merampasnya dariku seandainya mereka dapat. Aku mempunyai waktu,” kata siput.
Pendapat siput itu sama dengan pendapat manusia bernama William Penn yang saya kutip. Katanya, “Time is what we want most, but we use worst.” Maknanya kurang lebih adalah bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat kita inginkan. Tapi kenyataannya kita justru menggunakan waktu dengan cara yang paling buruk dengan membuang dan menyia-nyiakannya.
Betapa dalam kehidupan kita ingin punya waktu. Namun tanpa sadar, kita sudah menyia-nyiakan suatu rentang waktu, entah dalam bekerja, dalam mendidik anak, dalam memimpin anak buah, dalam mencari peluang, dalam belajar, dan sebagainya. Ada banyak sekali bidang kehidupan yang kadang terbengkelai karena kita tidak bisa mengelola waktu. Akhirnya yang ada justru kitalah yang menyalahkan waktu, tanpa pernah berbuat atau memperbaiki sesuatu yang keliru. Lalu dengan mudahnya kita menghibur diri, biarlah waktu nanti yang akan memperbaiki. Segalanya akan indah pada waktunya, asal kita berani berbuat sesuatu bersama waktu. Kalau tidak, maka segalanya akan embuh (entah) pada waktunya.
Kehidupan modern telah menuntut peran dalam kehidupan kita, baik di dalam keluarga, dalam masyarakat, pekerjaan, keagamaan, dan sebagainya. Tuntutan itu membuat kita seolah selalu sibuk, bahkan super sibuk. Kita seolah kehabisan waktu 24 jam ketika kita dituntut bermain di luar peran rutin kita. Lalu dengan mudahnya kita akan berdalih, “Maaf saya tidak punya waktu. Saya sibuk.”
Padahal saya yakin dengan kata-kata orang bijak. Orang yang paling sibuk adalah orang yang berani dan bisa mengatakan, “Saya ada waktu untukmu.” Tetapi orang malas biasanya akan mengatakan, “Maaf, saya tidak ada waktu untukmu.” Bahkan saking pelitnya, tidak ada waktu untuk diri sendiri. De Mello pun menyimpulkan cerita itu dengan menegaskan bahwa sesungguhnya kita memiliki seluruh waktu di dunia ini. Masalahnya, apakah kita mau mengelola dan memberikannya untuk diri kita sendiri atau tidak. Marilah kita belajar seperti siput. Berjalan menikmati waktu dengan membawa rumah dan hati kita.*** (Leo Wahyudi S)
Foto diambil dari id.wikipedia.org
Leave a Reply