BERDOA?
Ketika anak saya masih kecil hari-harinya dipenuhi dengan bermain. Mainan adalah salah satu sarananya untuk bermain. Ketika memiliki mainan baru, ia bisa menghabiskan waktu seharian bahkan seminggu hanya untuk bermain dengan mainan barunya. Dunia hanya milik dia dan mainan itu.
Namun, kebahagiaan dan keceriaannya akan sirna begitu saja begitu kebosanan hinggap di hati dan pikirannya. Apalagi kalau ia iri karena teman atau kakaknya punya mainan lain. Sudah bisa dipastikan ia akan bilang bosan dan perlu mainan baru lagi. Kalau sudah begini, sikapnya jadi menjengkelkan. Merengek dan memaksa orang tua untuk membelikan mainan baru menjadi menu wajib. Dan itu berlangsung hampir setiap hari sampai keinginannya terwujud dan nafsu irinya terpuaskan.
Bagian yang paling menjengkelkan orang tua adalah ketika dompet sedang ditinggal pergi isinya, alias duit cekak. Jangankan untuk beli mainan, untuk beli susu pun masih kurang. Kejengkelan orang tua pun masih berlanjut, pun ketika dompetnya sudah terisi. Ketika ditanya mau beli mainan jenis apa, di mana, anaknya hanya merengek sambil menangis. “Pokoknya aku mau mainan baru,” begitu jawabannya sambil tetap menangis dan berguling-guling di lantai. Playing victim ceritanya. Biar orang tuanya jatuh kasihan.
Alih-alih jatuh kasihan, orang tuanya malah menjadi jengkel dan marah. Karena sudah disediakan uang, sudah mau membelikan, tapi hanya disuguhi rengekan tak berkesudahan. Akhirnya orang tua hanya akan diam sambil menunggu anaknya berhenti merengek.
Dalam relasi kita dengan Tuhan kadang saya senang membuat analogi dari hubungan orang tua dan anak. Dari ilustrasi itu, saya menggambarkan bahwa anak kecil yang bertingkah menyebalkan itu saya sendiri. Sebagai orang punya agama, saya diajari untuk berdoa kepada Tuhan. Doa itu untuk mengungkap syukur dan memuji, bukan minta melulu. Tetapi karena saya menjadi anak kecil yang cengeng, saya selalu lupa bersyukur, apalagi memuji Tuhan. Yang ada hanya meminta dan meminta.
Cara meminta pun tidak jarang sampai merengek-rengek supaya Tuhan segera mengabulkan apa yang kita minta. Awalnya berdoa dengan khusyuk dan penuh keyakinan. Ketika lama tak kunjung dikabulkan, mulailah merengek yang dibungkus dalam doa. Berdoa untuk mendikte Tuhan tepatnya. Kalau belum dikabulkan lagi, maka kita tidak malu menangis-nangis sambil berguling-guling di lantai. Maksudnya biar Tuhan jatuh kasihan.
Tapi, Tuhan mungkin seperti orang tua si anak cengeng tadi. Semakin melihat anaknya merengek, makin jengkellah Tuhan. Sebenarnya Dia tahu apa yang kita mau. Coba saja kalau kita bersikap manis ketika meminta tanpa memaksa, pasti kita akan diberi. Kita pun sebagai orang tua akan terayu untuk memberikan apa yang dimau anak kalau sikapnya manis, kalem, tidak memaksa. Apalagi kalau kita juga mau menunjukkan bagaimana dan di mana letak sesuatu yang kita mau itu, pasti Tuhan akan menuntun kita ke toko mainan yang kita inginkan.
Hippocrates, Bapak Kedokteran dari Yunani, pernah mengatakan bahwa sesungguhnya doa itu adalah hal baik. Tapi ketika meminta Tuhan, orang harus mau memberikan tangannya. Artinya, jangan hanya berdoa dan merengek sambil guling-guling di lantai, tapi juga mau melakukan sesuatu. Minimal kita mau menunjukkan di mana impian kita itu berada. Berdoa dan meminta tanpa melakukan sesuatu malah akan membuat Tuhan cemberut. Persis seperti kita orang tua yang cemberut ketika melihat anak kita yang merengek-rengek tanpa usaha. *** (Leo Wahyudi S)
Photo credit: lifepal.co.id
Leave a Reply