PERAYAAN CINTA
Hari ini 14 Februari banyak orang menandai sebagai hari peringatan kasih sayang, Valentine’s Day. Perayaan ini berasal dari perayaan ritus kesuburan yang memasangkan pria dan wanita pada jaman kekaisaran Romawi pada sekitar abad ke-5 Masehi. Mulai abad ke-14 perayaan itu diganti menjadi Hari Valentine. Menurut Ensiklopedia Britannica, ini menjadi peringatan bagi pengorbanan Santo Valentinus yang melawan Kaisar Claudius II Gothicus demi memperjuangkan cinta sebuah pasangan agar tidak ikut perang.
Tapi pesan-pesan cinta, kartu-kartu, lalu komersialisasi baru merebak pada sekitar abad 17-18 di Eropa. Mitos di abad itu meyakini bahwa pasangan lajang lawan jenis jika bertemu pada 14 Februari pasti akan berjodoh dan menjadi pasangan. Lalu muncullah tradisi mengirim bunga mawar, coklat, kartu. Bahkan masa itu menjadi awal ketenaran coklat Cardbury yang sering kita lihat di toko modern saat ini. Adalah Richard Carbury yang memperkenalkan coklat sebagai hadiah untuk merayakan Hari Valentine. Mitos dan fakta pun mulai berkelindan dari masa itu hingga kini.
Ada banyak kontroversi tentang perayaan Hari Valentine. Bagi yang bersumbu pendek dan berwawasan sempit, perayaan Valentine diasosiasikan dengan budaya kafir, hari zina internasional, pelegalan pergaulan bebas, haram, dan sebagainya. Rasa paling benar membutakan esensi makna dari sebuah peringatan kasih sayang.
Ini ibarat kita mengutuki sebuah hari. Misalnya hari Kamis. Orang berwawasan pendek akan sibuk seharian mengutuk hari Kamis. Padahal Kamis, atau hari lain, hanya momen penanda. Karena sibuk menyumpahi hari Kamis, orang seperti itu lupa bahwa seharusnya ia bisa melakukan banyak kegiatan yang baik di hari tersebut. Bekerja, membangun keluarga, mendidik anak, mencintai pasangannya, berbagi perhatian, senyuman, candaan, dan sebagainya. Sebuah hari akan menjadi kelam ketika hati dipenuhi kebencian dan kesombongan karena pemahaman sempit. Mustahil ada cinta di tengah kekelaman.
Namun terlepas dari pro dan kontra tentang peringatan Hari Kasih Sayang ini, ada yang lebih mendasar yang patut kita catat. Hari Valentine hanya sebuah momen penanda. Momen itu hanya waktu tanpa makna sampai orang memberi makna di balik itu. Perayaan cinta dan kasih sayang adalah esensi maknanya. Bukan momen peringatannya. Maka perayaan kasih sayang itu, kalau masih mempercayai, bisa dirayakan dan diamalkan kapan pun tanpa harus menunggu momen Hari Valentine.
Mencintai bisa dilakukan kapan saja. Berbagi kasih tidak kenal waktu. Seorang penulis terkenal, Paulo Coelho mengatakan, “Ketika kita mencintai, kita selalu berusaha untuk menjadi lebih baik. Ketika kita berusaha menjadi lebih baik, segala yang ada di sekitar kita pun akan menjadi lebih baik pula.” Tidak usah muluk-muluk untuk merayakan cinta, termasuk di hari kasih sayang ini.
Melakukan hal penuh cinta dimulai dari hal sederhana. Mulailah dari rumah. “Saling berikan senyuman. Tersenyumlah kepada istri, suami, anak-anak, orang lain, tanpa pandang bulu siapa mereka. Inilah yang akan menumbuhkan cinta kepada semua,” kata Ibu Teresa, pengabdi kemanusiaan dan cinta. Daripada mengutuk dan menyumpahi Hari Valentine, mari kita berbagi senyum demi membangun kedamaian dimanapun kita berada. ***(Leo Wahyudi S)
Photo credit: justyouth.org.uk
Leave a Reply