APBN
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat Rp101,04 triliun pada April 2019 menurut laporan pemerintah. Meskipun dikatakan stabil dalam bahasa ekonomi makro, masih ada defisit nilai dalam kehidupan kita yang konteksnya sangat mikro. Untungnya saya bukan ahli ekonomi sehingga tidak perlu mengelaborasi persoalan defisit negara ini.
Ada defisit spirit yang sedang saya alami. Banyak persoalan yang harus saya hadapi terkait dengan kehidupan bermasyarakat. Rasanya hanya saya sendiri yang menjadi bumper terdepan dalam urusan tatanan hidup bermasyarakat dengan segala dinamikanya. Tidak mudah mengelola orang dalam konteks relasi sosial. Apalagi apa yang saya lakukan ‘hanyalah’ sebuah pelayanan sosial. Melihat situasi ini, Pak RW di lingkungan kami suatu kali mengingatkan saya.
“Sudahlah, Bro, persoalan-persoalan warga tidak usah diambil pusing. Lakukan apa yang bisa dilakukan dengan gembira. Omongan orang tidak usah dipikirin. Bikin capek ati. Aku melakukan apa yang seharusnya saya kerjakan. Aku tidak peduli orang mau memuji atau mencaci, sejauh apa yang aku lakukan benar-benar untuk warga. Pokoknya pakai prinsip APBN saja. Ambil Positif Buang Negatif-nya,” kata Pak RW memberi penguatan.
Saya merenung. Bagus juga istilah APBN kalau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Lalu saya coba baca lagi, sebuah tulisan viral yang indah dari WhatsApp. “Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh penjelasan itu, dan yang membencimu tidak percaya itu. Maka, teruslah melangkah selama engkau berada di jalan yang baik, sekalipun kebaikan kadang tidak selamanya dihargai. Hidup bukan hanya untuk siapa yang terbaik, tetapi siapa yang mau berbuat baik. Sibukkan diri dalam kebaikan, sehingga keburukan lelah mengikutimu.” Tulisan ini sungguh menohok ulu hati saya. Meninju kedunguan saya. Sekaligus, memberi jalan keluar terhadap defisit spirit yang sedang saya alami. Entah siapa yang pertama kali menulisnya, yang jelas orang ini ingin mem-viral-kan kebaikan dan keutamaan hidup.
Prinsip APBN ini rasanya pas jika diterapkan hari-hari ini, ketika hidup semakin kompleks, Pesannya kuat. Ambil sesuatu yang positif dan jangan tinggal di dalam zona negatif terlalu lama. Kadang orang masih berkubang dengan pikiran negatif, tetapi mengklaim dirinya telah berhasil memecahkan masalah. Robert Anthony dalam bukunya ‘Beyond Positive Thinking’ (2004) mengatakan bahwa hidup kita memiliki dua pilihan. Pilihan pertama adalah menikmati apa yang kita punya saat ini. Pilihan kedua adalah kekhawatiran terhadap apa yang tidak kita miliki. Akibatnya kita hanya berpikir dan berharap bahwa semuanya akan menjadi lebih baik besok. Padahal dengan harapan saja tidak cukup. Terlepas dari pilihan tersebut, cara untuk mencari kebahagiaan dan kepuasan adalah dengan menikmati apa yang kita miliki saat ini.
Anthony hanya berpesan bahwa kita bisa memilih dan menjadi apa yang kita impikan, asal kita meyakini bahwa kita bisa mendapatkannya. Namun seringkali keyakinan ini justru rusak dan kita hancurkan sendiri karena keyakinan yang salah. Diri kita, pengalaman kita, lingkungan sekitar kita mengkondisikan bahwa hidup sudah rumit, susah, sehingga sulit untuk bisa mewujudkan impian kita. Keyakinan yang keliru tentang hidup itulah yang merusak proses pencapaian impian kita.
Hidup sesungguhnya adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan. Kejarlah apa yang kita inginkan, tapi nikmati perjalanannya. Menurut Anthony, kita akan mendapatkan banyak hal dari proses perjalanan itu, bukan dari capaian akhirnya. Kalau kita terpaku di suatu tempat demi mencari kebahagiaan, maka kita laksana berjalan di atas treadmill selama hidup kita, alias jalan di tempat sampai ubanan. *** (Leo Wahyudi S)
Photo credit: wellmind.com
Leave a Reply