Inspiration

SEMUT MERAH DAN SEMUT HITAM

Ada sebuah percobaan menggunakan semut. Sebuah gelas diisi dengan dua jenis semut, semut hitam dan semut merah. Semut hitam itu katakanlah semut peluru, yaitu semut yang memiliki sengatan yang membuat gelombang rasa sakit yang berdenyut dan terbakar selama 24 jam. Semut yang terdapat di Amerika Selatan dan Tengah ini tidak agresif, tapi menjadi ganas saat mempertahankan sarangnya. Sementara semut merah ini adalah semut api yang memiliki lebih dari 200 spesies. Semut api ini sengatannya menyakitkan dengan sensasi terbakar dan gatal. 

Dalam percobaan itu, kedua jenis semut tersebut hidup tenang dan berdampingan. Tanpa ada yang terusik. Tapi ketika gelas itu digoyang-goyangkan, mereka berubah menjadi agresif. Mereka saling serang dan saling bunuh. Naluri untuk mempertahankan diri mereka muncul sehingga mereka menjadi ganas. Hukum rimba pun terjadi dalam gelas itu. Siapa kuat, ialah yang hidup dan berkuasa.

Percobaan semut itu membawa pesan agar orang melihat dengan bijak, dengan akal sehat, bahwa sebuah gejolak itu terjadi belum tentu karena orang lain yang hidup bersama dalam suatu tempat. Ada tangan yang menggoncang-goncangkan gelas yang membuat orang saling serang dan saling bunuh. Ada pihak lain yang hendak memperkeruh dan menggoncangkan emosi dan pikiran agar tercipta rasa saling curiga. 

Banyak pula kisah nyata dalam kehidupan manusia yang kehilangan martabat dan akal sehatnya gegara goncangan pihak lain. Manusia saling serang dan saling bunuh karena disinformasi, misinformasi, berita bohong, hoax. Ada perang antarkampung, tawuran anak sekolah, perkelahian massal yang terjadi karena termakan provokasi dan informasi keliru. 

Di era modern yang serba digital ini justru kadang menjadi seperti gelas yang siap digoncang. Kita dan warganet menjadi semut hitam dan semut merahnya. Inilah era pasca kebenaran (post truth era) yang muncul istilahnya sejak 1992 di Amerika. Kebenaran dan fakta dimanipulasi dan disembunyikan. Sementara kebohongan dan pembelokan digaungkan ke khalayak luas seolah menjadi kebenaran. 

Mantan guru SMA saya, Gunawan Soedarsono, mengungkapkan keprihatinannya di era pasca kebenaran ini.  “Sekarang ini, kita menjumpai banyak sekali tong-tong kosong alias orang-orang yang kosong moral, intelektual, dan etika. Di media sosial kita dapat menyaksikan tong-tong kosong mendemonstrasikan kekosongannya. Tidak jarang kita dibuat jengkel oleh hal-hal naif yang diucapkan oleh para tong kosong. Mengunggulkan diri sendiri dan kelompoknya tanpa data dan argumen yang memadai, merendahkan, dan menaifkan pihak lain,” katanya. 

Bila tidak hati-hati dan kritis, kita bisa terimbas dan cenderung menyetujui pikiran-pikiran kosong tersebut. Di sinilah tragisnya dunia modern, yaitu membenarkan informasi yang sebenarnya bukan informasi. Parahnya, informasi kosong dan ujaran kebencian kadang malah dijadikan tuntunan. Apakah derajat kita akan turun seperti semut-semut tadi, yang tidak punya akal sehat, pertimbangan moral, kesadaran? “Berapa banyak orang yang saling membenci hanya karena informasi kosong?” katanya gundah melihat manusia modern yang gampang termakan disinformasi dan misinformasi. 

Misinformasi merupakan upaya menyebarkan informasi yang keliru, mitos, yang menyesatkan yang diyakini kebenarannya oleh yang menyebarkan. Sedangkan, disinformasi adalah informasi keliru atau kebohongan yang memang sengaja disebarkan oleh seorang aktor jahat yang sarat kepentingan. Disinformasi ini memang sengaja dibuat agar membuat khalayak bingung dan tersesat. Persis seperti aktor yang menggoncangkan gelas percobaan berisi semut tadi. 

Ketika kebenaran dan fakta sudah dimanipulasi, yang unggul adalah tugu-tugu kepalsuan yang dianggap sebagai kebenaran. Lalu bagaimana kita bersikap? Apakah kita sekedar menjadi semut yang hanya mengandalkan naluri? Atau, kita tetap jadi manusia, tapi minim intelektual, minim nurani, minim akal dan moral sehingga mudah disesatkan? Atau, kita mau jadi manusia berakal, bermoral, dan bermartabat? 

Di tahun politik yang kian memanas seperti sekarang, saya hanya berpesan, ingatlah semut hitam dan semut merah tadi saat Anda sedang menggunakan media sosial. Jadilah manusia waras, bukan semut ganas.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://scienceworld.scholastic.com/issues/2018-19/091718/exploding-ant.html?language=english

4 thoughts on “Inspiration

Add yours

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑