Saya sering bertemu dengan banyak orang dari berbagai lapisan dan strata sosial. Saya menikmati suasana santai, mengobrol ngalor ngidul tanpa juntrungan kadang. Sambil minum kopi biasanya. Saya senang dengan dinamika interaksi semacam itu.
Ketika teringat peribahasa dalam pelajaran Bahasa Indonesia dulu, saya hanya tersenyum. Tong kosong bunyinya nyaring. Dalam suasana dan interaksi sosial yang cair semacam itu saya senang menikmati banyak tong-tong kosong yang nyaring bunyinya. Bukan saya bermaksud merendahkan. Karena banyak pula tong-tong penuh yang tidak berbunyi. Diam, tenang, karena penuh isinya. Kalau saya sendiri, kadang menjadi tong kosong, kadang tong isi setengah, dan tak jarang jadi tong yang rasanya penuh.
Tong-tong yang kosong itu biasanya berlagak seperti penuh isinya, dan bahkan meluber. Artinya, orang-orang yang sejatinya kosong itu biasanya malah ngomongnya banyak sekali. Lalu merasa sok tahu sendiri, merasa benar sendiri, merasa paling pintar sendiri sehingga biasanya mendominasi pembicaraan.
Saya kadang terbawa sedikit emosi, ingin menimpali dengan fakta yang benar. Saya juga ingin didengarkan biar fair dan dialogis, dua arah komunikasinya. Ya, maklum tong saya setengah terisi, jadi kadang nyaring, kadang terdiam. Kalau terdiam, berarti saya memang masih harus banyak diisi oleh informasi dan pengetahuan dari lawan bicara, dari kenyataan di luaran.
Di tahun politik seperti sekarang ini, saya mengamati mulai muncul fenomena tong-tong yang nyaring sekali bunyi dan janjinya. Entah isinya ada atau tidak, saya belum memeriksa tong tersebut. Sayangnya, tong-tong yang isinya sudah penuh cenderung diam. Mengantuk, atau bosan menikmati panggung percaturan janji-janji politik. Padahal kalau mau, isi tong yang penuh itu jika ditumpahkan, pasti bisa membersihkan noda-noda kebohongan dan kegagalan paham. Mereka seharusnya bisa meredam orang-orang yang sotoy, sok tahu, maha tahu, dan maha benar sendiri.
Sayang pula, tong-tong kosong tadi banyak yang akhirnya diisi bukan dengan air bersih, tapi air got dengan pembelokan paham, pengetahuan dan disinformasi. Dan biasanya, isi air got tadi cenderung diciprat-cipratkan karena tong kosong biasa bergoyang-goyang. Hanya orang yang memiliki kesadaran atas dirinya yang akan menjadi tong yang bijak. Ia hanya akan membuka tutupnya untuk diisi air yang bersih.
Sebagai tong yang setengah berisi, saya ingin memetik pelajaran dari orang bijak, biar isinya bermanfaat. Saya ingin belajar memaknai hidup dari koin atau uang logam yang biasa kita miliki. Uang logam selalu nyaring bunyinya kalau jatuh, disentuh, atau terbentur permukaan benda padat. Sementara, uang kertas, nyaris tak ada bunyinya saat terjatuh atau diambil. Artinya, semakin tinggi nilai kehidupan seseorang, semakin sunyi dan semakin rendah hati. Persis seperti uang kertas yang nominalnya lebih tinggi dibanding uang logam.
Nah, sekarang pilihan ada di tangan kita. Mau jadi uang logam seperti tong kosong dengan nominal rendah yang selalu nyaring? Atau, mau jadi uang kertas seperti tong berisi yang senyap, tapi bernilai tinggi?***(Leo Wahyudi S)
Foto dari https://www.freepik.com/free-photos-vectors/falling-coins

Air beriak tanda tak dalam
Hadeeh ……Pak
LikeLike
iyak betul…tong kosong nyaring bunyinya, seperti saya hehee..
LikeLike