Bagaimana rasanya punya karyawan yang dipercaya, tapi suatu hari orang itu mengkhianati kepercayaan yang kita berikan? Bagaimana beratnya memaafkan orang yang kita percaya tapi telah menusuk kita dari belakang? Dua pertanyaan sepele yang sangat tidak mudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi, ternyata masih ada, dan mungkin banyak, orang yang bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan mudah. Karena dia sudah berhasil melakukannya. Itulah yang terjadi pada seorang pengusaha toko material bangunan yang menginspirasi sahabat saya.
Ia seorang ibu, istri, sekaligus pengusaha. Suami dan anak-anaknya pun jadi pengusaha. Ia berasal dari keluarga kaya dan hidup sebagai orang kaya. Namun sikap hatinya sungguh luar biasa.
Sebagai seorang pemilik dan bos toko material yang cukup laris, ia tidak pernah mengontrol usahanya setiap hari. Ibu itu hanya datang sesekali untuk mengecek bisnis dan laporan keuangan dari para karyawan yang telah ia percaya.
Suatu kali, ia mendapatkan laporan bahwa salah satu karyawannya perempuan melakukan kesalahan fatal. Ibu itu dengan berat hati memberhentikan karyawan tersebut meskipun dengan hati berat. Ia memaafkan kesalahan karyawannya itu, meski harus memulangkannya ke Semarang.
Namun ada yang lebih luar biasa yang selalu ia lakukan hingga bertahun-tahun sampai sekarang. Setiap kali ibu itu pergi ke Semarang, tak pernah sekalipun ia melewatkan momen untuk mengunjungi keluarga mantan karyawannya. Seolah tidak pernah ada kejadian masa lalu yang membuatnya kecewa. Ia sudah memaafkan sejak lama kesalahan karyawannya.
Ibu itu selalu mengingatkan suami dan anak-anaknya agar selalu memanusiakan para karyawannya. “Bisnis kita tidak bisa berkembang dan menghasilkan uang kalau tidak ada karyawan. Maka kita harus menghargai mereka,” katanya pada seluruh anggota keluarganya yang pengusaha itu.
“Dengan memaafkan dia, saya tidak ada beban dalam hidup. Karena saya sudah tua. Umur tidak ada yang tahu. Siapa tahu, saya tiba-tiba mati. Harta toh tidak dibawa mati. Yang kita bawa adalah kebaikan, bahwa kita pernah melakukan kebaikan sebelum kita mati. Itu saja prinsip saya,” kata ibu tersebut enteng.
Lahir, bertumbuh, lalu mati adalah hukum alam yang kekal, tak bisa diubah, tak bisa dihindari. Selalu ada tiga fase penting itu dalam penciptaan dan kehidupan. Semua ciptaan pernah lahir, tumbuh menjadi dewasa, lalu akan mati. Benih tumbuh, lalu berbunga, kemudian layu dan gugur. Kita pun tak ada bedanya.
Meskipun layu dan gugur, bunga mawar pernah menebarkan keindahan dan keharumannya. Bunga mawar yang gugur itu tidak akan dikenang sebagai bunga bangkai. Demikian pula kita manusia. Meskipun kita mati, maka kita pun akan dikenang karena kebaikan, kalau kita memang pernah melakukan kebaikan. Yang dikenang bukan agamanya, sukunya, rasnya, apalagi hartanya. Amal dan perbuatan kitalah yang akan dikenang tentang diri kita. Bukan siapa kita atau seberapa kaya kita.
“Kematian adalah misteri. Mati tidak membawa harta, tetapi membawa kebaikan,” kata Ibu pengusaha berhati mulia itu. Mari kita tebarkan cinta dan kebaikan mulai sekarang agar ketika saatnya pergi, kita meninggalkan kenangan akan cinta dan kebaikan. ***

Leave a comment