Saya teringat pada pengalaman saat meliput narapidana. Para terpidana narkoba justru semakin maju ilmunya setelah keluar dari penjara. Penjara adalah sekolah yang baik bagi kepiawaian mereka dalam berurusan dengan narkoba dan perdagangannya. Alih-alih jera dan kapok karena dipenjara, mereka justru banyak yang menjadi makin lihai dan gesit saat menjalankan bisnis narkoba.
Ternyata menurut pandangan psikologi, lingkungan pertemanan atau circle, sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan pertemanan itu mempengaruhi perkembangan psikologis baik positif maupun negatif. Pengaruhnya kuat sekali. Persis seperti fenomena narapidana narkoba yang saya ceritakan di atas.
Dalam psikologi populer, ada unggahan media sosial yang layak direnungkan. Ketika kita berkumpul dengan tiga orang dungu, maka kita akan menjadi orang keempat yang dungu. Ketika kita berkumpul dengan tiga orang yang pesimis dan suka mengeluh, maka kita akan menjadi orang yang pesimis dan banyak mengeluh. Ketika kita berkumpul dengan tiga orang bijak, maka kita akan menjadi orang keempat yang tahu kebijaksanaan. Ketika kita berkumpul dengan tiga orang sukses, maka kita pun bisa menjadi orang keempat yang sukses.
Kata-kata itu sungguh menarik. Ada benarnya ungkapan tersebut, meskipun sebenarnya masih bisa diperdebatkan. Apakah ketika kita berkumpul dengan orang bodoh, lalu kita menjadi orang bodoh berikutnya? Belum tentu. Apakah kita serta-merta menjadi bodoh, padahal kita sejatinya pintar? Tapi mungkin juga benar, kalau kita berkumpul dengan tiga orang dungu dalam waktu lama dan intensif, bukan tidak mungkin kita akan ketularan dan menjadi orang dungu yang keempat.
Akhirnya, keputusan untuk menjadi orang baik, pintar, optimis, sukses, adalah pilihan kita sendiri. Atau, mau menjadi orang pesimis, gagal, malas, pelit, semua tergantung pilihan hidup kita. Semua terserah kita sendiri, apakah mau memilih orang sukses agar kita sukses, atau mau jadi orang gagal.
Circle menjadi sangat berpengaruh, minimal terhadap mental dan pola pikir kita. Kalau circle kita isinya orang-orang toksik, lama kelamaan kita pun akan ikut menjadi toksik. Kalau circle kita selalu berada di kalangan orang yang visioner dan optimis, mindset kita pun akan terimbas menjadi kritis dan visioner. Menurut saya, what you are is what circle you have. Circle Anda menentukan siapa diri Anda. Cara berpikir Anda menentukan siapa Anda.
Anda dapat bereksperimen soal circle pertemanan ini. Anda pun dapat merenungkan, bagaimana kecenderungan Anda sekarang setelah sering berkumpul dengan circle Anda. Kalau Anda menjadi lebih baik, berarti circle Anda memang jenis yang positif. Sebaliknya, kalau Anda sekarang cenderung suka bergosip, pesimis, menghakimi orang lain, berarti ada yang salah dengan circle Anda.
Jika ditarik dalam bahasa kitab suci, ada tertulis, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Tuhan hadir di tengah orang-orang atau circle yang mengakui keberadaan Tuhan. Sebaliknya, ketika ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama kegelapan, maka kegelapan pun akan berada di tengah mereka. Kita akan menjadi ikut gelap.
Memilih circle pertemanan menjadi hal yang layak kita pikirkan. Bukan sok, atau membeda-bedakan pertemanan, tetapi circle itu akan mempengaruhi hidup kita. Kalau Anda serius ingin mengubah hidup, Anda akan menemukan jalan. Kalau tidak ingin, maka Anda akan menemukan banyak alasan, kata Jen Sincero, seorang penulis Amerika. Mari kita bijak memilih circle, agar menjadi orang keempat yang berhasil.***
Foto dari https://www.rd.com/article/who-gossips-most-how-often/

kalo circle nya asyuuu, gawean e yo njegog ae.. guk.. gukk..
LikeLiked by 1 person
Hahaa sepakaaat…tepatnya adalah asu keempat Broo
LikeLike