Inspiration

BENARKAH SETAN SEDANG DIBELENGGU?

Di suatu siang yang panas, saya ngobrol dengan istri yang sedang berpuasa. Saya hampir selalu menjalani peran antagonis di setiap bulan puasa. Saya memerankan diri sebagai setan penggoda malaikat yang sedang berpuasa. Julukan itu selalu melekat di keluarga saya selama bertahun-tahun. Kali itu saya sedang minum es teh segar di siang terik di depan istri saya. Niatnya menggoda dia agar batal.

“Ah, peranmu sebagai setan kurang meyakinkan, sih. Aku tidak tergoda,” katanya sambil tertawa. Padahal saya selama ini jadi setan selalu tampil all out. Saya lalu berpikir, apakah saya jadi setan setengah hati, atau memang yang jadi malaikat sedang kuat dan teguh hati?

Misi saya sebenarnya sederhana. Saya tidak percaya dan sekaligus ingin membuktikan adagium bahwa di bulan suci, setan dibelenggu agar manusia bisa beribadah dengan kusyuk. Menurut saya justru di saat yang dianggap sakral, setan harus muncul untuk menguji kekuatan dan keteguhan keyakinan seorang manusia dalam menjalankan ritual atau ibadahnya. Dengan alasan itu maka saya dengan senang hati memerankan diri sebagai setan di setiap bulan suci.

Pernah Anda mengalami situasi ketika Anda sedang meniatkan sesuatu lalu segalanya terasa berat? Misalnya, di luar bulan puasa Anda mungkin terbiasa tidak makan, tidak jajan, tidak minum. Alasannya bermacam-macam. Kesibukan, tidak punya waktu cukup, sampai Anda lupa makan, minum, jajan, dan sebagainya. Anda tidak merasa lapar, tidak haus, karena terfokus pada kesibukan. 

Tapi menjadi lain cerita, ketika Anda meniatkan diri untuk puasa tidak makan dan minum sehari saja. Bahkan mulai jam pertama saja sudah terbersit pikiran dan rasa negatif. Entah rasa lapar, haus, ingin marah, berat, dan bahkan gamang untuk meneruskan niat puasa hari itu. Begitu Anda punya niat, sekecil apa pun, rasanya berat menjalaninya. Saya sering mengalami hal ini. Saya kuat menahan lapar dan haus seharian kalau tidak niat. Tapi, kalau diniatkan, sejam dua jam pun rasanya sudah lapar dan haus dan mengeluh meskipun dalam hati. Ada saja godaan dan bisikan dari dalam hati dan pikiran.

Dengan situasi semacam itu, saya lalu beranggapan kalau niat suci pasti ada saja godaan yang muncul. Godaan itu sebetulnya bukan dari orang lain atau situasi di luar diri kita, tapi dari dalam pikiran kita sendiri yang bereaksi. Lalu orang menyebutnya setan, iblis, dan sejenisnya. Padahal yang memunculkan pikiran kita sendiri. Yang tergoda juga diri kita sendiri. Kenapa menuduh setan dan iblis?

Di bulan puasa Ramadhan ini ada spanduk besar bertuliskan “Hormatilah Bulan Suci, Hormatilah Saudara-Saudara yang Berpuasa”. Ini lucu bagi saya yang sering berperan jadi setan. Saya sepakat sekali dengan apa yang dikatakan Emha Ainun Najib atau Cak Nun. Dalam ceramahnya ia mengatakan bahwa bulan puasa itu bukan bulan untuk mencari hormat dan minta dihormati. Orang menjalani puasa itu adalah cara belajar untuk menghormati orang lain, bukan minta dihormati. “Hanya orang yang tidak terhormat yang minta dihormati orang lain,” kata Cak Nun berapi-api.

Saya jadi heran ketika melihat tragedi yang menodai kesucian ibadah Ramadhan di Garut, Jawa Barat, baru-baru ini, ketika orang-orang yang sedang berpuasa sibuk minta dihormati. Sampai-sampai mereka mengusir orang yang sedang minum di warung. Pengunjung ditempeleng, gelas dilempar, pemilik warung dimarahi lantaran tidak menghormati orang yang sedang berpuasa. Mereka berpuasa tapi tega menganiaya merampas hak orang untuk jajan dan mencari makan. Belum lagi yang di Bandung yang mengusiri orang-orang Katolik yang sedang beribadah pembukaan puasa dan pantang. Puasa bukan belajar sabar dan toleran, tapi mereka justru sibuk menjadi setan-setan yang sok suci dan agamis. 

Katanya di bulan puasa para setan dibelenggu. Tapi melihat kelakuan mereka yang arogan dan menganiaya orang yang mencari makan secara halal itu bisa melebihi kelakuan setan. Setan sejati bisa mengambil banyak rupa dan pintar bersembunyi di baju-baju agamis. Tak heran kalau setan-setan jaman sekarang berdasi, berjubah, pakaian necis, tampilan klimis, dan kelihatan alim. Bukan model kuntilanak yang menakutkan. 

Jadi siapa setan itu sesungguhnya? Kalau menurut saya, sejatinya setan bukan pihak ketiga, tapi manusia yang menganggap dirinya paling suci dan benar dan berhak menghakimi, menganiaya, membenci, dan mendzolimi manusia lain itulah setan sejati. Setan itu pikiran dan hawa nafsu jahat, dengki, benci, yang dibiarkan meracuni hati kita sendiri.

Mohon maaf kalau saat ini saya pun sedang jadi setan nyinyir, mencibir dan menghakimi para setan lain yang mengaku sedang beribadah puasa itu. Peran ini demi menguatkan keyakinan serta keteguhan orang-orang beriman. ***

Foto dari https://kalam.sindonews.com/read/740133/69/4-tafsir-saat-setan-dibelenggu-di-bulan-ramadhan-1649671446

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

  1. banyak orang dibutakan dengan pakaian agama sehingga tidak mampu melihat bahwa yang mengenakan itu adalah setan.. jika matanya mampu melihat, dari perbuatannya tentu bisa dibedakan mana setan atau mana yang bukan.. entahlah.. guk..guk.. assyuuuu tenan

    Like

  2. itulah bukti bahwa setan sekarang makin jauhblebih suci dan agamis tampilannya..tapi hati dan pikirannya ya kaya iblis haha…makasih yo mase

    Like

Leave a reply to Anonymous Cancel reply

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑