Inspiration

CINTA ITU LEWAT TAKJIL

Sejak saya kecil, saya selalu merasa bahwa bulan suci Ramadhan itu indah. Saya melihat suasana religius yang kental di semua tempat. Rumah-rumah ibadah selalu penuh menampung umat yang haus untuk belajar tentang keutamaan. Saya melihat ada keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial. Doa dan puasa kusyuk, beramal kebaikan juga dijalankan dengan sungguh-sungguh. Salah satunya lewat takjil. Takjil dari bahasa Arab “ta’jil” berarti “penyegeraan”, yang dimaknai sebagai upaya untuk segera berbuka puasa dengan menyantap makanan dan minuman. Tapi dalam perkembangannya sekarang takjil lebih mudah dikonotasikan sebagai makanan dan minuman untuk berbuka puasa bagi umat Islam.

Ada yang selalu membekas di hati di bulan suci ini. Beberapa waktu lalu Ibu saya memberi kabar gembira. “Aku diberi giliran untuk memberi jatah takjil di Mesjid,” kata Ibu saya dengan tersenyum lebar. Saat video call itu saya melihat muka ceria di wajah Ibu saya. Entah senyum bangga atau senyum bahagia. Yang jelas, bulan puasa selalu memberi arti bagi Ibu saya ketika mendapat giliran untuk memberi takjil di masjid dekat rumah di kampung. 

Saya tahu persis, Ibu akan melakukan dan memberikan yang terbaik ketika harus berbagi sesuatu, apalagi takjil. Meskipun Nasrani, Ibu selalu berharap mendapat jatah itu setiap bulan suci Ramadhan. Bagi saya, ketulusan hati dan kesediaan Ibu itu selalu membuat haru dan bahagia bagi saya. Makanan dan minuman yang dipersembahkan bagi tetangga-tetangga yang sedang berbuka bagi saya menjadi persembahan cinta Ibu yang seorang janda. Tak ada tetangga yang mempermasalahkan atau mengharamkan takjil dari Ibu saya. 

Berangkat dari kisah Ibu, saya memandang takjil itu sebagai lambang perwujudan cinta, solidaritas, kepedulian, dan ketulusan. Rasanya menyejukkan ketika makanan takjil itu membongkar sekat agama dan diskriminasi. Takjil dari Ibu menjadi penyejuk meskipun ada kasus intoleransi dan arogansi terhadap Nasrani di daerah Bandung yang baru-baru ini terjadi. Ironisnya, orang Katolik sedang beribadah Rabu Abu sebagai penanda awal masa pantang dan puasa menjelang Paskah dibubarkan secara paksa oleh orang-orang yang sedang menjalani puasa Ramadhan. 

Saya prihatin dengan peristiwa itu, tapi tidak sakit hati, karena ingat takjil yang dibuat oleh Ibu saya itu. Masih banyak orang baik dan toleran. Di jalan-jalan, di tempat umum, apalagi di masjid, saya melihat keindahan cinta di bulan suci ini ketika ada banyak orang baik yang membagi-bagikan takjil gratis untuk para pengguna jalan atau siapa pun yang akan berbuka puasa. Berbagi makanan dan minuman, berbagi cinta, berbagi ketulusan menjadi pemandangan yang menyejukkan hati di bulan suci ini. 

Ini sekaligus menjadi bukti bahwa Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia untuk keenam kalinya menurut survei World Giving Index 2023. Menurut survei itu, 9 dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uang untuk amal dan 6 dari 10 orang menyumbangkan waktu mereka untuk orang lain. Meskipun termasuk predikat negara paling korup, tapi penobatan sebagai negara dengan tingkat kedermawanan paling tinggi di dunia ini harus kita jaga dan banggakan. 

Sangat disayangkan saja kalau pembagian takjil gratis itu masih membawa-bawa label “Takjil gratis dari si anu, lembaga anu, bla bla bla…”. Sayang kalau takjil lambang cinta itu masih dilabeli pamrih agar sosok, kelompok, lembaga, partai, atau apa pun ingin dikenal, atau disebut dalam unggahan media sosial. Sayang pula kalau berbagi takjil itu masih berpamrih mendapatkan pahala. Takjil itu tidak berkah bagi yang berpamrih, meskipun jadi berkah bagi yang menerimanya. 

Saya sepakat dengan guru Syaiful Karim yang mengatakan bahwa puncak tertinggi dari orang yang sungguh beragama dilihat dari cara kita memperlakukan orang lain. Kalau kita memperlakukan orang lain dengan penuh cinta dan welas asih, itu tanda bahwa orang itu sudah beragama dengan benar. 

Menurut saya, takjil itu menjadi salah satu simbol cinta kasih pada sesama di bulan suci Ramadhan yang bersamaan dengan bulan pantang dan puasa bagi umat Katolik pada tahun ini. Ada ketulusan dalam suasana saling berbagi. Sukur-sukur kebiasaan baik ini bisa terus berlangsung tanpa harus menunggu bulan suci, tetapi setiap hari, agar kita layak dianggap sudah beragama dengan benar. Semoga.***

Foto dari https://betv.disway.id/read/14265/jelang-buka-puasa-betv-berbagi-takjil-ke-pengendara

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

  1. dari perspektif uang, predikat koruptor bisa jadi berbanding lurus dengan predikat dermawan, bisa saja uang yang didermakan adalah hasil dari korupsi,

    tetapi dari perspektif niat atau hati, koruptor dan dermawan berbanding terbalik 180 derajad, yang satu keburukan dan satunya lagi kebaikan,

    itu opsional…. guk..guk…assyuuu ki

    Like

  2. dari perspektif Pak Hakim, monggo ditimbang-timbang sebelum diberi vonis ya..hahaaaa..

    nuwun komennya Pak Hakim

    Like

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑