Inspiration

SIAPA ORANG TERKAYA?

Saya terus terang tergelitik ketika Eyang saya mengirimkan sebuah pesan audio di WA di suatu siang. Di sela kesibukannya sebagai dokter senior yang punya nama, Eyang Novi sempat menulis pesan, “Apakah dengan puisi ini orang bisa bahagia?” Ketika saya dengarkan, ternyata isinya adalah sajak yang ditulis oleh penyair kondang WS Rendra yang meninggal 2009 silam. Sajak itu berjudul ‘Makna Sebuah Titipan’. 

Saya kutip beberapa penggalan sajaknya:

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini? Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku? Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh- Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka, 

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, …

Mencermati baris demi baris sajak itu seolah mengajak saya masuk ke dalam diri untuk mempertanyakan makna hidup kita sesungguhnya. Di jaman yang dipenuhi kompetisi agar tetap bertahan hidup, betapa kita dipacu dan diburu waktu demi mengejar impian agar kita bisa menggenggam dan memiliki dunia seisinya. Harta, kekayaan, kekuasaan, tahta, jabatan, rumah, kendaraan, perhiasan, semua adalah simbol-simbol yang telah memperbudak dan menggoda kita setiap waktu untuk segera mendapatkannya. Nafsu menguasai dan memiliki itu menjadi tuntunan hidup. Entah bagaimana pun caranya, yang penting semua impian duniawi itu tercapai dan jadi milik kita. 

Ketika kita sudah mencapai semua impian itu, selalu saja ada yang terasa kurang. Akhirnya kita berpacu kembali dengan waktu dan orang lain dalam sebuah perlombaan meraih impian duniawi yang tanpa akhir. Bahkan tanpa sadar, kita sudah mempertuhankan harta, tahta, ‘cinta’ tanpa peduli cara. 

Padahal, seperti kata WS Rendra, segala harta, kekayaan, rumah, mobil, jabatan, dan segala milik kita sejatinya adalah titipan. Kita hanya punya hak guna dan hak pakai saja. Semuanya sesungguhnya bukan hak milik. Boleh dikata, kita hanya diberi  segalanya oleh Sang Pemberi dengan hak pinjam pakai selama kita masih hidup. Bukan hak milik mutlak. 

Buktinya, segala harta, kekayaan, jabatan, sebesar apa pun jumlah dan bentuknya, semuanya akan berganti kepemilikian ketika kita sudah tidak hidup, alias mati. Semua yang kita banggakan dan kita genggam erat sebagai milik itu akan berpindah tangan. Bukan milik kita lagi. 

Lalu, kalau demikian, siapa yang paling kaya dalam hidup ini? Menurut saya, orang yang paling kaya ada dua, yaitu orang yang bersyukur atas hidupnya dan orang yang berani mengatakan cukup, sesedikit apa pun yang dimiliki. 

Orang yang bisa bersyukur akan sadar bahwa harta paling berharga adalah nafas. Hidup dan mati kita adalah persoalan nafas. Selama kita masih bisa menghirup dan menghembuskan nafas dengan normal, selama itu pula kita bisa hidup. Sekaya apa pun hartanya, sebanyak apa pun perusahaannya, dan sehebat apa pun jabatannya, ketika sudah sulit bernafas, atau megap-megap, atau bahkan harus dengan alat bantu, maka semua yang dimilikinya tak akan berharga. 

Maka, menurut saya, kalau kita mau belajar bahagia, marilah kita syukuri nafas kita. Mari kita sadari setiap detik kita bernafas sesungguhnya kita sedang menghirup Sang Pemberi Hidup dan menghembuskan cinta Sang Maha Cinta agar dirasakan orang lain di sekitar kita. Setiap detik nafas itulah milik kita dan harta sesungguhnya yang membuat kita menjadi orang terkaya.

Setelah itu, ketika sudah bisa menghargai setiap hirup dan hembusan nafas, kita belajar untuk mengatakan cukup, sebanyak atau sesedikit pun yang kita miliki. Cukup adalah cukup. Tak kurang tak lebih. Kata cukup inilah yang akan menjadi pengendali nafsu untuk mengejar harta, kekayaan, jabatan, kuasa yang tak ada habisnya. Kata cukup itu seolah bisa membekukan deru hawa nafsu yang terus memburu. 

Maka, kalau Anda dapat mensyukuri setiap detik nafas kehidupan dan berani mengatakan cukup, Anda layak disebut orang terkaya sekaligus bahagia.*** 

Foto dari https://www.inc.com/jayson-demers/7-traits-only-happy-people-have.html

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

  1. Aku baru mau belajar jadi orang kaya, tapi hatiku sudah saya arahkan ke situ meskipun kadang niatku kerap melenceng dengan hatiku itu..

    Like

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑