Inspiration

PEMIMPIN ATAU PEMIMPI?

Membicarakan pemimpin memang mengasyikkan. Apalagi hari-hari ini, ketika suhu politik mulai naik tensinya. Gosip liar beredar luas di dunia maya maupun nyata. Puja-puji, hujat sana sini, benci sana sini, kritik, protes, semua berseliweran sampai membuat jenuh semua panca indera kita. 

Dalam lingkup kecil, di kantor misalnya, membicarakan seorang bos atau pemimpin juga tak kalah menariknya. Seorang sahabat mengirim pesan japri ke saya supaya mengangkat isu kepemimpinan dalam kantor yang penuh intrik dan politik kantor (office politics). Mungkin dia sudah kesal dan buntu mau disalurkan ke mana uneg-unegnya. 

Orang yang bekerja, dari level terendah sampai tertinggi, sejatinya hanya karyawan. Kecuali pemilik, lain soal. Bekerja sebagai karyawan selalu berada dalam hirarki organisasi dan relasi kuasa. Ada atasan dan bawahan. Saya tidak ahli dalam manajemen organisasi, tapi ahli gosip lewat tulisan ini.

Betapa sering dalam sebuah organisasi, perkantoran, mau swasta atau milik pemerintah, relasi atasan dan bawahan itu selalu ada. Yang membedakan adalah karakter dan pola pikir orang yang di atas atau yang di bawah. Ada yang selalu merasa di atas, bahkan melebihi pemilik, sehingga bisa semena-mena. Ada yang selalu merasa tertindas, karena terlalu menghayati orang di bawah, kelas bawah, sehingga layak diperlakukan seperti kelas bawah. 

Di kantor sahabat saya ini, ia pernah dipimpin oleh seorang bos yang boleh dibilang arogan. Maunya menang sendiri dan benar sendiri. Kalaupun mau menerima masukan, itu pun hanya bunga bibir agar kelihatan sedikit manusiawi di mata anak buahnya. Tapi masukan itu juga percuma, karena ia selalu dan terlalu yakin dengan pendapatnya sendiri. 

Bos itu sering membuat kebijakan yang menekan bawahan, tapi bukan dengan tangannya sendiri. Tangannya selalu bersih karena rajin cuci tangan. Tangan yang kotor adalah bawahannya. Jadi kalau disemprot atau diprotes, bawahannya yang menjadi bumper. Bos itu termotivasi oleh mimpi menjadi seorang raja diraja yang ditakuti, bukan disegani. 

Hobi bos sahabat saya itu membuat pengkondisian. Atau, dalam bahasa intelijen, cipta kondisi. Ia menciptakan kondisi atas dasar suka dan tidak suka, bukan kinerja, menciptakan konflik. Kalau ia ingin menyingkirkan anak buah yang tidak disukai, maka atasan jenis ini akan menciptakan suasana dan posisi yang membuat bawahannya gerah, lalu mundur. Tekanan verbal, mental, dan pekerjaan diciptakan sedemikian rupa sehingga orang yang tidak disukai akan terlempar keluar. Bos semacam itu bukan seorang pemimpin, tapi pemimpi yang memimpikan organisasi sempurna sesuai ciptaannya, tanpa menghiraukan orang lain.  

Memiliki bos semacam itu memang menjadi pembawa bencana untuk orang-orang baik. Tapi ia menjadi seorang malaikat baik hati bagi para penjilat. Para penjilat adalah lapis kedua di antara atasan dan bawahan. Tak ada sejarahnya orang menjilat bawahan. Yang dijilat adalah atasan, demi jabatan, nama baik, reputasi. Kantor menjadi sebuah sekolah paskasarjana jurusan Kemunafikan bagi para penjilat. 

Padahal, menjadi seorang pemimpin itu seharusnya memberdayakan anak buah dan bawahan. Pemimpin seharusnya menciptakan suasana yang penuh inspirasi dan kolaborasi. Bukan mendominasi dan menekan bawahan. Seorang atasan lupa kalau posisinya ada karena ada bawahan. Dominasi atau bos yang dominan justru menciptakan rasa tidak suka dan tidak respek. Seorang bos yang dominan hanya ditakuti, bukan disegani. Rasa takut dari bawahan itu semu dan bisa jadi bom waktu. Sedangkan rasa segan akan bertahan lama sebagai sikap tulus untuk menghormati. 

Tapi kembali lagi ke persoalan sahabat saya tadi. Pekerjaan dan lingkungan kerja tidak selalu seindah yang kita inginkan. Politik kantor dan main kasar demi jabatan selalu ada. Persoalannya adalah bagaimana kita menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang tidak sesuai itu. Pilihannya adalah mencoba beradaptasi, berkompetisi dalam kinerja, atau mundur untuk mencari suasana kerja yang lebih manusiawi. Atau, pilihan cerdas terakhir, punya usaha sendiri dan menjadi bos atas pekerjaannya sendiri. Kalau kita mencintai dan menikmati pekerjaan kita, maka keberhasilan itu ada di tangan kita.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://opinion.premiumtimesng.com/2016/06/19/travel-diary-arrogant-boss-ifeoma-samuel/?tztc=1

One thought on “Inspiration

Add yours

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑