Inspiration

MAU BERKARAKTER, MILIKILAH TTM

Beberapa waktu lalu saya mendengarkan seorang kawan yang mengisahkan bagaimana ia mendidik anak laki-laki semata wayangnya. Sebagai keluarga muda, kawan tadi boleh dibilang sudah mapan jika dilihat dari pekerjaan, finansial, dan rumah. Meskipun menikah beda agama, ia sudah bersepakat untuk mendidik anaknya dengan mengutamakan karakter TTM, Tolong, Terima Kasih, Maaf. Bukan Teman Tapi Mesra yang popular selama ini.

Mumpung masih kecil, kawan tadi ingin sekali anaknya di sekolah mendapatkan pendidikan karakter yang mendasar. Cukup melalui TTM tadi. Dengan memiliki karakter dasar untuk mau minta tolong, mengucapkan terima kasih atas pertolongan atau pemberian, dan mau meminta maaf kalau salah, itu sudah luar biasa. Anak sudah diajari untuk hormat dan menghargai orang lain sedari kecil. 

Ia tidak terlalu memusingkan soal akademis dan segala ukuran nilai dari pelajaran. Ia tidak menuntut anak untuk berkompetisi mengejar nilai. Pelajaran apapun dapat dipelajari. Tetapi karakter perlu penanaman nilai, keteladanan, dan pembiasaan sehingga itu sudah menjadi bagian dari karakter anak sampai besar nanti.

Sejujurnya, saya prihatin dengan generasi digital, generasi Z atau alpha dewasa ini, terutama dalam soal sopan santun, tata krama, yang mulai luntur. Saya sendiri mengalami dan melihat betapa kesopanan itu mulai menjadi barang langka. Anak-anak muda merasa sudah hebat dan berprestasi, tanpa harus bersikap sopan. Hidup hanya untuk mereka sendiri. Seolah mereka tidak hidup bersama manusia lain. Semua berpusat pada diri sendiri. Egoisme di tengah hedonisme menjadi hal yang jamak sekarang.

Lalu saya berbincang sore dengan seorang pendidik yang kebetulan kepala sekolah sebuah SMP swasta. Ia dengan tegas mengatakan, pendidikan karakter itu hal penting dan mendasar bagi pendidikan anak jaman now ini. Prestasi akademis bukan segalanya tanpa karakter yang bagus. 

Ia pun prihatin karena banyak dari siswanya sudah kehilangan sopan santun dan tata krama. Saya juga melihat sendiri anak-anak semacam itu. Pintar di otak tidak cukup kalau ia egois dan tidak peduli orang lain. Nilai akademis yang tinggi tidak menjamin keberhasilan di masa depannya. IQ boleh tinggi, tapi EQ (Emotional Quotient) jongkok takkan menjamin masa depan yang sukses. 

Kesal rasanya melihat anak sekarang kehilangan kepekaan. Melihat sampah berantakan di rumah, cuek. Melihat lampu menyala tak berguna, cuek. Melihat orang tua sibuk, cuek. Melihat orang lain perlu pertolongan, cuek. Dunianya hanya media sosial, kuota, koneksi wifi, dan dirinya. Seolah syarat hidup hanya hal-hal itu. Manusia lain, orang lain, orang tua, saudara, teman, bukan lagi prioritas. Mereka tidak kenal kata minta tolong, terima kasih, dan maaf, karena dunia maya sudah mencukupkan segala kebutuhan hidupnya tanpa harus bilang terima kasih atau minta tolong. Pendidikan di keluarga, di sekolah, ternyata tinggal mimpi. Sirna ditelan jaman yang serba digital ini. Apakah Anda juga mengalami atau mengamati kelangkaan sopan santun ini? 

Saya sepakat dengan kepala sekolah yang mengibaratkan pendidikan karakter itu seperti petani yang menyiapkan lahan sawahnya dengan baik. Kalau tanah sudah diolah dan dikelola dengan baik, maka segala tanaman akan dapat tumbuh baik di lahan itu. Lahan itu ibarat karakter yang baik. Pendidikan karakter yang dasar adalah TTM tadi. Tapi perlu dilengkapi dengan penanaman nilai daya juang, penghormatan, sikap welas asih, sikap peduli, dan solider. 

Kalau menurut Immanuel Kant, filsuf Jerman, pendidikan karakter itu penting. Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri (karakter) yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain, katanya. 

Orang yang punya kecerdasan spiritual biasanya menjunjung tinggi tata krama dan sopan santun. Ketika seorang anak memiliki karakter yang baik, maka ia akan memiliki kecerdasan mental dan spiritual untuk beradaptasi terhadap perubahan. Karena, hidup adalah perubahan dan orang yang dapat beradaptasi akan berhasil menjalani kehidupan dan keberhasilan dengan tetap memanusiakan orang lain.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://www.viva.co.id/vstory/opini-vstory/1420894-pentingnya-sopan-santun-di-dalam-kehidupan

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑