Di musim kemarau ini sepertinya nyamuk-nyamuk sedang bersuka ria. Seolah sedang menikmati libur musim panas seperti orang-orang yang tinggal di negeri empat musim. Betapa tidak, tiap sore mereka mulai bekerja mencari mangsa untuk dihisap darahnya. Malam istirahat kita dibuat gerah dan jengkel oleh kelakuan nyamuk.
Sebenarnya mereka tidak salah, karena mereka mencari makan demi mempertahankan hidup. Nyamuk jantan biasanya bertahan hidup 10 hari saja. Sedangkan nyamuk betina bisa 3-4 minggu. Berarti selama itu pula kita akan terganggu oleh kelakuannya. Yang paling menyusahkan adalah jenis Aedes Aegypti. Jenis yang bisa hidup sampai 21 hari ini selalu menjadi ancaman bagi manusia. Manusia yang digigit nyamuk jenis ini bisa terkena demam berdarah, yang gejalanya muncul setelah 4-7 hari. Ada pula malaria, chikungunya, zika. Jika tidak ditangani dengan benar, nyawa manusia taruhannya. Nyawa bisa melayang gegara seekor nyamuk.
Pesan saya, jangan pernah kalah dengan nyamuk. Kita sama-sama berjuang untuk bertahan hidup. Tapi saya yakin, dari persoalan nyamuk tadi ada hal yang bisa menginspirasi hidup kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita cenderung enggan untuk memikirkan hal-hal kecil dan receh. Kita tidak mau direpotkan soal sepele. Rasanya tidak sebanding dengan energi, waktu dan pikiran yang dikeluarkan dengan hasil dari persoalan kecil dan sepele tadi. Dari urusan rumah tangga, urusan sekolah, urusan pekerjaan, orang cenderung ogah untuk mengurusi hal remeh temeh dan receh.
Di sisi lain, hidup juga penuh dengan ironi. Kita hanya mau memikirkan masalah-masalah besar dan serius. Karena itu akan sebanding dengan sumber daya dan pikiran yang kita keluarkan. Padahal, tanpa sadar, masalah yang dianggap besar itu sejatinya adalah persoalan sepele yang dibesar-besarkan. Ironi yang tak pernah disadari ini sering terjadi dalam hidup kita.
Ada suatu masa ketika masalah itu kita anggap besar dan berat sekali. Lalu kita kebingungan untuk mencari jalan keluarnya. Ironisnya lagi, dengan membesar-besarkan persoalan atau masalah, pada saat yang sama, kita tanpa sadar sedang mengecilkan kebesaran dan kehebatan Sang Maha Penyelesai. Kalau kita menyadari dengan rendah hati keberadaan kita, sesungguhnya masalah kita itu hanya sebesar noktah, titik hitam di tengah samudera semesta dan kemahabesaran Tuhan. Jadi, tidak ada alasan untuk membesar-besarkan persoalan kecil di mata kebesaranNya, bukan?
Mari kita renungkan pembelajaran hidup dari nyamuk. Binatang sekecil itu bisa menciptakan sebuah perbedaan, bahkan persoalan besar. Maka, ketika kita berpikir kita ini atau suatu persoalan itu sepele, kecil, tak berarti, belajarlah dari nyamuk. Kita jauh lebih besar, punya akal, hati, dan budi, mengapa masih merasa tak berarti dan receh?
Tapi, jangan meremehkan hal-hal sepele dan kecil. Di sisi lain, jangan pula terlalu membesar-besarkan persoalan yang sebenarnya sepele. Toh, di tengah semesta yang maha luas ini, persoalan yang kita anggap besar juga hanya sebesar titik hitam kecil. Jangan mengecilkan kuasa Tuhan yang jauh lebih besar dengan persoalan kita.
Yesus selalu berpesan,”Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Siapa pun yang setia dalam hal-hal yang kecil, ia juga setia dalam hal-hal yang besar.” Sekilas paradoks ini aneh. Tapi dalam kenyataannya hal itu benar terjadi dan layak diamini.
Pemuka agama terkemuka, Dalai Lama, pernah mengatakan bahwa tidak ada satu pun hal yang besar yang bisa terjadi tanpa diawali oleh pemikiran yang kecil. Maka, falsafah Dalai Lama soal nyamuk ini patut kita renungkan untuk membuat sebuah perubahan besar dalam hidup kita. Saya tidak tahu, semoga permenungan ini relevan dengan sabda Yesus itu.***(Leo Wahyudi S)

Leave a comment