MENGUSIR KESEDIHAN DAN KETAKUTAN
Kita diciptakan sebagai manusia, lengkap dengan segala anugerah dan kemampuan yang luar biasa. Kita dianugerahi jiwa yang punya pikiran dan perasaan, yang dibungkus oleh tubuh. Tubuh kita menjadi super komputer canggih dengan miliaran sel, sistem syaraf, pembuluh darah, otot, rangka, dan organ-organ yang fungsinya hebat untuk menopang kehidupan. Robot humanoid, nanoteknologi, atau teknologi kloning tercanggih pun belum sanggup menggantikan dengan manusia buatan. Kita sepatutnya mensyukuri semua anugerah tiada tara yang tak tergantikan ini.
Dalam bahasa agama, kita meyakini bahwa kita diciptakan segambar atau secitra dengan Allah. Kita memiliki kemampuan mencipta seperti Sang Pencipta dengan apa yang kita punya ini. Sayang, kemampuan luar biasa hebat itu hampir tak pernah disadari, apalagi digunakan sebagaimana mestinya. Tanpa kesadaran itu, akhirnya kita hanya mampu menciptakan kekacauan, kejahatan, kebencian, kerusakan. Contohnya dapat kita rasakan saat ini dengan segala dampak perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan carut marut hidup manusia yang saling bunuh, saling serang, demi kekuasaan dan demi ego.
Mari kita renungkan kembali kata-kata orang yang sudah menemukan kepenuhan hidup yang dijiwai oleh kesadaran. Apa yang kita pikirkan, itulah yang terjadi. Apa yang kita rasakan, itulah yang kita tarik. Apa yang kita bayangkan, itulah yang kita ciptakan. Pikiran menciptakan realitas sesuai yang kita pikirkan. Maka hati-hatilah kita semua dengan pikiran kita. Semua berawal dari pikiran. Sesuatu yang jahat atau baik bukan berada di luar diri kita. Kenyataan di luar diri kita itu netral. Pikiran kitalah yang memberi cap baik atau buruk.
Perasaan menarik suasana persis seperti yang kita rasakan. Maka tak heran ketika ada orang yang hidupnya selalu sedih dan susah. Hidupnya dikelilingi oleh suasana, orang-orang, tetangga, lingkungan yang penuh kedukaan dan kesusahan. Lalu kita makin banyak mengeluh dan menyalahkan kenyataan di luar diri kita yang telah membuat hidup kita jadi susah. Padahal sejatinya perasaan kitalah yang salah. Perasaan kitalah yang menarik semua hal di luar hidup kita. Hati-hatilah menggunakan perasaan agar tak terjadi perusakan.
Saat perasaan galau, lalu kita membayangkan gambaran yang menyedihkan tentang sesuatu. Kita membayangkan masa lalu yang membuat trauma, yang membuat dendam kita kambuh. Atau, kita justru membayangkan masa depan yang mengerikan karena penuh keraguan dan ketidakpastian. Tanpa sadar kita sedang mencipta sebuah kehidupan sesuai dengan bayangan akan masa lalu dan masa depan itu.
Saya terkesan dengan Ustad Syaiful Karim dalam dakwahnya. Ia menjelaskan panjang lebar tentang hidup yang bebas dari rasa takut dan rasa sedih. Kesedihan muncul karena kita membiarkan diri kita untuk dikuasai dengan memori masa lalu.Ketakutan muncul karena kita membiarkan diri kita untuk dikuasai dengan gambaran masa depan. Padahal hidup sesungguhnya adalah saat ini, ketika kita sadar bahwa kita bernafas dan seluruh jiwa dan tubuh kita berfungsi saat ini. Maka, agar menikmati hidup, hiduplah sekarang, saat ini, detik ini, niscaya tidak ada ketakutan dan kesedihan. Kalau masih ada takut dan sedih, berarti pikiran kita masih tidak kerasan tinggal di momen saat ini.
Pembatasan diri atas hidup kita, ketakutan-ketakutan hanyalah ilusi. Gambaran atau imajinasi juga tak nyata saat ini. Itu karya pikiran liar kita. Kalau kita kecewa atau marah atau sedih, itu karena pikiran kita menuntut bahwa sesuatu atau seseorang itu seharusnya begini, begitu, begono. Maka untuk merasakan dan mengalami hidup sesungguhnya, kendalikan pikiran untuk tinggal di ruang masa kini, hari ini, jam ini, menit ini, detik ini. Dari sinilah ungkapan syukur mendapatkan tempat yang layak.
Hidup kita ditentukan oleh pikiran dan perasaan. Dengan pikiran dan perasaan itulah kita sedang menciptakan hidup dan kehidupan. Sering kita berdoa minta kebahagiaan dan ketenteraman hati, tapi kita menikmati hidup di alam kesedihan masa lalu. Tuhan dan alam akan bingung dengan pikiran manusia yang plin plan, mendua, ambigu, seperti itu. Kita hanya dapat mengendalikan hidup kita saat ini, bukan yang telah lalu, dan bukan yang akan datang. Hanya saat ini. Kita tak mampu mengubah masa lalu, kecuali hasil pembelajarannya. Kita tak mampu mengubah masa depan, kecuali mempersiapkannya saat ini.
Hidup yang sesungguhnya hanya sepanjang pikiran ke perasaan. Ketika terjadi keseimbangan, maka mulut akan menyuarakan keseimbangan itu melalui kata-kata yang baik, sejuk, mendamaikan, menenteramkan. Sadarilah bahwa kita punya kekuatan luar biasa untuk menciptakan hidup melalui pikiran dan perasaan kita sendiri. Hati-hatilah saat membayangkan, karena kita sedang menciptakan sesuatu sesuai pikiran dan perasaan kita. Kedamaian dan kebahagiaan sesungguhnya tidak jauh, karena mereka berada pada saat ini, sekarang ini, di dalam diri kita dan dalam segala hal.***(Leo Wahyudi S)
Foto dari https://sdarm.org/news-events/news/2016-03-27/fighting-fear-and-sadness

Good inspiration thanks
LikeLike
Thank you so much
LikeLike