Inspiration

MENULIS DI BATU

Alkisah ada dua pengembara sedang berjalan di padang pasir. Mereka mengalami lapar dan kehausan. Entah karena alasan apa, tetiba salah seorang dari mereka menampar muka sahabatnya. Sakit dan kaget karena ia menerima tamparan itu. Hebatnya orang yang ditampar itu tidak membalas dengan kemarahan. Ia hanya berjongkok, lalu menulis di pasir. “Hari ini mukaku terasa sakit, karena aku ditampar oleh temanku tanpa sebab.”

Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan dengan diam. Dalam kelelahan, mereka tiba-tiba menjadi bersemangat. Mereka melihat sebuah oase di kejauhan. Segera mereka bergegas menuju oase tersebut. Saat tiba di oase, langsung kedua orang itu meraup air segar dan membasuh muka, lalu meminum airnya untuk melepaskan dahaga.

Karena gembiranya, orang yang ditampar tadi langsung menceburkan diri ke dalam oase. Ia tak berpikir kalau oase itu ternyata dalam di bagian tengahnya. Ia gelagapan dan panik saat ia mulai tenggelam. Lalu temannya segera menceburkan diri dan menolong teman yang akan tenggelam. Akhirnya nyawanya terselamatkan.

Setelah sampai di pinggir oase, ia mengucapkan terima kasih pada penolongnya. Lalu ia bergegas menuju sebuah batu besar yang berada di ujung oase. Segera ia mengambil pisau kecil, lalu menulis. “Hari ini nyawaku diselamatkan oleh temanku. Aku sangat berterima kasih karena masih bisa hidup karena kebaikan temanku.”

Sahabatnya yang pernah menampar sekaligus menolong itu pun keheranan. Lalu ia bertanya pada temannya, “Mengapa kau selalu menuliskan pengalamanmu? Ada yang di pasir, ada yang di batu keras?”

“Aku menuliskan pengalaman buruk di pasir agar angin segera mengubur dan meratakan tulisan itu. Sementara untuk kebaikanmu aku tuliskan di batu keras agar kenangan kebaikanmu terpahat sehingga tak lekang dan tak hilang oleh badai pasir,” jawabnya polos.

Cerita yang sarat makna ini saya adaptasi dari media sosial. Pengalaman kedua sahabat itu sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita dalam menjalin relasi dengan orang lain. Kita pun sering ditampar, disakiti, dikecewakan, yang kadang tanpa sebab oleh teman, orang terdekat, atau bahkan keluarga. Begitu pun kita juga sering mengalami kebaikan, anugerah, keajaiban yang datang tiba-tiba dalam hidup kita. 

Tapi ada yang membedakan kisah dalam cerita itu dengan kisah hidup kita dalam realita. Terutama saat kita bereaksi terhadap pengalaman buruk maupun pengalaman menyenangkan. Saat kita disakiti, ditampar, dikecewakan, umumnya kita langsung marah, sedih, menangis, kecewa sebagai reaksi spontan. Atau, kita langsung melompat-lompat kegirangan, tertawa terbahak, atau menangis bahagia ketika kita mendapatkan kegembiraan, kebaikan, kelimpahan hidup.

Lalu dalam kemarahan itu kita mencari batu paling keras untuk memahatkan kata-kata ungkapan hati. “Aku disakiti temanku. Aku tidak akan pernah lupa kejadian ini sampai kapan pun.” Batu yang berisi pahatan tulisan itu kita bawa ke mana pun kita pergi. Atau, justru kita bawa lalu kita letakkan di etalase di rumah sebagai monumen kenangan akan keburukan dan kesakitan hati. 

Sementara, saat kita mendapatkan kabar gembira kita seolah mabuk kepayang. Kita kabarkan ke semua orang sebagai luapan rasa gembira. Begitu gembiranya kita lalu menuliskan sekedarnya di pasir. “Aku senang banget hari ini. Yess!!” Setelah itu, ia tanpa sadar menginjak tulisannya di atas pasir dan terhapus. Tak ada kenangan kebaikan lagi yang tertulis.

Inilah kecenderungan kita manusia yang hidup tanpa kesadaran. Kita punya kebiasaan terbalik. Menulis kenangan pahit, dendam, sakit hati di batu yang keras agar tak hilang. Bahkan batunya kita bawa ke mana pun kita pergi. Sementara kenangan kebaikan hanya ditulis di tanah atau pasir sehingga gampang pudar dan hilang.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-yang-menulis-nama-di-atas-pasir-1268892/

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

Leave a reply to fifi sofida Cancel reply

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑