Inspiration

MUBAZIR

Dalam banyak kesempatan, kita sering diundang untuk menghadiri pesta. Bisa pesta ulang tahun, kelahiran, syukuran, atau pernikahan. Dalam momen semacam itu sering saya menjumpai pengalaman tak mengenakkan soal makanan. Satu contoh, ketika ada resepsi, entah di kampung, atau di gedung, hal utama yang dinanti para undangan adalah saat makan. Orang berderet untuk mengantri makanan yang disediakan. 

Enak atau tidaknya makanan itu relatif. Soal rasa adalah persoalan subjektif sesuai lidah tiap orang. Demikian pula soal porsi makan, subjektif, tergantung kapasitas perut tiap orang. Soal soal banyak dan sedikitnya muatan satu porsi, memang ada semacam kesepakatan standar yang umum. Kuantitas porsi sedikit, normal, atau banyak sekali semua akan sepakat dari pandangan pertama.

Tak sedikit orang yang memanfaatkan pesta ini sebagai kesempatan untuk makan banyak sepuasnya. Buktinya ya dari penampakan fisik banyak atau tidaknya makanan yang diambil oleh tamu undangan itu. Kalau saya sendiri biasanya dan yang sering terjadi hanya mengambil seperlunya. Kebetulan saya juga orang yang rewel, pilih-pilih soal makanan. Ada untungnya juga, karena yang saya ambil cenderung sedikit dalam satu porsi makan. Kenyang bukan ukuran, tapi kecocokan di lidah, bagi saya. 

Saya senang dan merasa kenyang hanya dengan melihat orang lain, sahabat, saudara yang makan banyak dan lahap. Kelihatannya nikmat sekali. Itu sudah memberi kepuasan tersendiri untuk saya. Ini kebiasaan jelek saya sejak kecil. Senang melihat orang makan, padahal dirinya sendiri susah makan. 

Tapi yang selalu membuat saya jengkel dan kadang meradang adalah ketika orang mengambil porsi sebanyak-banyaknya, lalu disisakan. Sisanya pun kadang tidak sedikit. Bisa setengahnya, atau bahkan hanya diambil beberapa sendok saja, lalu ditinggalkan. Boleh dibilang saya benci melihat makanan yang disisakan dan ditinggalkan begitu saja. Bahkan di warung atau restoran pun banyak kejadian begini rupa. Dicicipi sedikit lalu ditinggalkan. 

Saya hanya heran, apakah orang yang makan itu tidak sadar bahwa dia sedang diberi anugerah Tuhan untuk merasakan dan menyantap kenikmatanNya. Alam sedang memberikan kelimpahannya untuk dimakan. Tapi malah disia-siakan. Coba kalau melihat orang kaya berlimpah harta, tapi tidak bisa makan bebas. Harus diukur, dipilih warna dan bentuknya, kandungannya. Makan tidak nikmat, meskipun harta berlimpah. 

Makanan yang disisakan atau dibuang menjadi mubazir, menjadi sia-sia, terbuang-buang percuma. Tak heran jika warga 062 atau Indonesia ternyata terkenal karena suka membuang-buang makanan. Studi yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit pada 2017 menemukan bahwa rata-rata satu orang Indonesia membuang sekitar 300 kilogram makanan per tahunnya. Ini rekor kedua terburuk soal membuang-buang makanan setelah Arab Saudi, yaitu 427 kilogram makanan dibuang per orang tiap tahun. 

Artinya, ada sekitar 13 ton makanan terbuang sia-sia tiap tahun yang seharusnya bisa memberi makan 28 juta orang. Bappenas malah memperkirakan ada 23-40 juta ton makanan yang hilang dan terbuang pada 2000-2019. Sementara itu, ada 11 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan 7,6 persen mengalami malnutrisi. Saat itu, asumsinya penduduk Indonesia 260 juta. Komposisi makanan mubazir itu menurut statistik pada 2019 adalah Daging terbuang 25 persen, nasi atau beras 39 persen, produk roti atau bakery 18 persen, sayuran hanya 2 persen, makanan berlemak 13 persen

Itu penelitian enam tahun silam. Berarti sekarang seiring tingkat kemakmuran dan tingkat kemiskinan makin mengecil, makin banyak orang membuang makanan. Angka statistik itu bisa jadi gambaran. Tapi kenyataannya bisa berangkat dari diri kita sendiri. Apakah di rumah, di restoran, di tempat hajatan, di acara pesta, kita masih suka membuang atau menyisakan makanan? Bahkan di kulkas, sering kita menimbun makanan. Alih-alih biar awet, ujung-ujungnya hanya rusak dan dibuang. Sementara di luar sana, masih banyak orang yang merindukan nikmatnya makan nasi bungkus lauk tempe tahu. Masih banyak orang yang belum pernah merasakan donat enak. Masih banyak orang yang mengais sampah demi makanan basi untuk mengisi perut. 

Saya sepakat dengan kata Paus Fransiskus. “Membuang makanan itu sama saja seperti mencuri makanan di meja orang yang miskin dan kelaparan,” katanya. Coba kita renungkan kata-kata ini sebelum membeli makan, mengambil makanan, dan saat mau membuang makanan. Semoga kita tidak bermental pencuri atau jadi pencuri makanan orang miskin dan kelaparan. Inilah hakikatnya mensyukuri setiap suap makanan kita sampai butir nasi terakhir di piring kita.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://nawacita.co/index.php/2022/02/19/tips-mudah-atasi-food-waste-dan-food-loss-dari-rumah/

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

Leave a reply to Anonymous Cancel reply

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑