Parenting

MEDALI

Beberapa waktu lalu, anak saya terpilih untuk mewakili provinsi dalam kejuaraan nasional taekwondo di Yogyakarta. Ia harus bertarung bersama para atlet dari lima provinsi lainnya. Ia sudah mencurahkan tenaga, waktu, pikiran, dan seluruh energinya selama beberapa bulan sebelumnya untuk pertandingan itu. 

Dari pengalaman anak saya itu, saya belajar bahwa pertandingan di arena yang “hanya” berlangsung beberapa menit dalam dua atau tiga babak itu harus melalui proses berbulan-bulan untuk mempersiapkannya. Ada drama dan dinamika yang harus dialami, dirasakan, dan dihadapi sebelum, saat bertanding, dan setelah bertanding. Harapan dan tekanan saling berkelindan memenuhi benak para atlet yang akan berlaga di arena. 

“Ayah, aku stres bayangin tanding. Aku stres karena sabeum (pelatih) minta aku bisa dapet emas. Aku capek harus jadi kapten tim. Aku masuk angin…bla bla bla..” Ungkapan perasaan anak saya meluncur bagai peluru dari senapan mesin modern. Semuanya tidak ada yang positif. Semua hanya perasaan negatif karena beban dan perasaan tertekan dari seorang atlet yang siap berlaga. 

Saat itu, saya dengan kepala dingin berusaha memahami apa yang menjadi tekanan mental pada anak saya. Saya lalu berusaha menenangkan hatinya. “Kak, ayah dulu pernah jadi kiper klub sekolah. Ayah punya beban berat karena harus menjaga reputasi tim yang sudah dikenal luas. Setiap kali mau bertanding, ada perasaan persis yang kamu alami. Yang ayah lakukan adalah ayah duduk sendiri, lalu melamun, membayangkan semua gerakan-gerakan terbaik seorang kiper yang mempertahankan gawangnya agar tidak kebobolan. Ayah memvisualisasikan permainan yang akan ayah tampilkan. Akhirnya, perasaan gelisah dan stres perlahan menjadi tenang. Yang muncul adalah rasa percaya diri. Cobalah, lakukan itu. Bayangkan kamu memberikan tendangan dan serangan-serangan terbaikmu. Tidak usah peduli kalah atau menang. Yang penting kamu memainkan teknik dan tendangan terbaikmu. Kemenangan itu hanya bonus dari permainan terbaikmu,” kata saya bak seorang motivator.

Tak lupa saya mengingatkan anak saya agar mengendapkan semua perasaan dan emosi negatif itu. Saya berpesan bahwa dengan stres, emosi negatif, rasa jengkel, kecewa, takut itu bukan doa yang baik. Karena semesta akan merekam semua emosi negatif itu dan akan mengembalikan ke orang yang memancarkan getaran ketakutan dan stres itu. “Kalau kamu dikuasai dengan segala emosi negatif dan stres itu, maka kamu sudah kalah 50 persen sebelum bertanding,” kata saya. 

Untung di menit-menit terakhir sebelum bertanding anak saya mau mendengarkan. Dia perlahan bisa menata mentalnya. Dia lepaskan semua tekanan, ambisi untuk menang, untuk memenuhi tuntutan tim. Dia hanya fokus pada permainan terbaik. 

Setelah bertanding, dia mengirimkan fotonya dengan muka kelihatan sembab karena menangis. Ia gagal memenuhi harapan pelatih dan timnya. Ia “hanya” mendapatkan medali perak. Ia merasa bersalah dan kecewa dengan dirinya sendiri. “Bukan lawanku yang bagus, ayah, tapi aku yang memang bermain jelek, tidak maksimal, dan tidak fokus. Staminaku drop. Aku harus menambah latihan lagi,” katanya. 

Saat mendengar itu, terbersit rasa bangga. Rupanya anak saya menemukan pelajaran hidup yang berharga dari arena pertandingan. Keberhasilan itu bukan berarti harus meraih semua medali. Keberhasilan itu adalah selalu melakukan yang terbaik dan mencoba untuk selalu menjadi lebih baik di setiap event pertandingan. 

Bahkan ibunya juga mengingatkan, “Untung kamu kalah, Nak. Kalau kamu menang, kamu akan terlena oleh kemenanganmu. Kamu tidak pernah tahu kelemahanmu. Dengan kekalahanmu ini kamu bisa memperoleh kesempatan untuk membuktikan di kejuaraan berikutnya untuk tampil lebih baik lagi.” Saya hanya mengamini kebenaran kata-kata peneguhannya.

“Selamat ya, Kak. Ayah bangga atas perjuanganmu. Kamu mendapatkan dua medali. Satu medali perak dari pertandinganmu di arena. Satu lagi kau dapatkan medali emas dari kerendahan hatimu untuk mengakui segala kelemahan, berjiwa sportif, berani melakukan koreksi diri, tidak menyalahkan siapa pun, dan niatanmu untuk berlatih lebih baik lagi ke depan,” kata saya. 

Tujuan pertandingan bukan sekedar mengumpulkan medali, tetapi lebih ke proses untuk melakukan yang terbaik. Kalah atau menang hanyalah bonus. Pesan Winston Churchill, seorang negarawan dan mantan Perdana Menteri Inggris, “Sukses bukan sesuatu yang final. Kegagalan bukan sesuatu yang fatal. Tapi keberanian dan nyali untuk berjuang terus, itu yang paling penting.”***(Leo Wahyudi S)

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑