POHON INSTAN
Setiap kali melewati sebuah areal yang akan dijadikan sebuah kawasan hunian atau pertokoan yang elit membuat kita terpana. Bangunan-bangunan megah seolah berdiri hanya dalam hitungan hari.Padahal dulu orang membutuhkan waktu tidak sebentar hanya untuk membangun rumah tinggal yang kecil dan sederhana.
Rupanya kontraktor dan investor di dunia yang kapitalistik menjadi penyulap handal yang bahkan melampaui ilusionis dunia David Coperfield, atau legendaris Houdini. Kekuatan uang sungguh maha dahsyat, setingkat di bawah Tuhan yang Maha Dahsyat.
Lihat saja betapa kawasan gersang bekas rawa hanya dalam hitungan hari berubah menjadi kawasan elit industri penghasil uang. Sejarah terulang sejak cerita dongeng Bandung Bondowoso mencipatakan candi Prambanan hanya dalam semalam. Rupanya legenda itu memberi inspirasi para investor dan kontraktor dan penguasa untuk menjadi Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang modern.
Pohon kecil yang memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk tumbuh, sekarang tidak ada lagi. Dalam hitungan jam kita tiba-tiba bisa melihat sebuah pohon perindang atau penghias kota yang sudah besar dan rindang. Para pakar botani dan pertanian pun kalah dengan para pesulap modern ini. Masa tumbuh pohon belasan tahun ternyata bisa dipersingkat dalam hitungan hari. Tergantung pesanan dan besaran nominal uang.
Memang benar sekarang adalah jaman yang menggunakan apapun secara instan. Teknologi pun berlomba-lomba untuk menemukan hal-hal inovatif yang sifatnya akan memperpendek sebuah proses panjang. Semakin ringkas proses panjang itu dirangkum dalam teknologi instan, semakin canggih dan lakulah sebuah teknologi.
Teknologi instan pun mempengaruhi semua lini dan sendi kehidupan, bahkan menerobos dalam sistem saraf otak dan nurani manusia. Hormon pun direkayasa demi hasil instan. Operasi plastik juga semakin canggih untuk merombak agar karya Tuhan menjadi lebih bagus sesuai keinginan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Hampir tak ada sendi kehidupan dan peradaban manusia modern yang luput dari serangan budaya instan. Manusia semua berlomba-lomba untuk memperpendek rentang waktu yang diperlukan untuk sebuah proses.
Hukum alam dilawan dengan hukum instan buatan manusia modern. Hampir semua proses alami seolah-olah tidak mendapat tempat lagi. Kealamian diperkosa dan diburu-buru demi kecepatan, efisiensi, efektifitas, dan seabreg alasan lain yang sifatnya serba instan.
Orang yang mengikuti proses alami dicemooh dan tidak diberi kesempatan. Mereka dianggap kuno, bahkan dicap sebagai penghalang yang layak digusur keberadaannya. Kealamian menjadi sumber keterlambatan dan hambatan dalam peradaban modern yang serba cepat ini. Manusia alami dibuat putus asa dan dirmarjinalkan oleh budaya instan.
Sebaliknya orang yang dapat memanfaatkan secara maksimal pola pikir instan akan mendapat tempat yang layak dan terhormat. Semakin cepat cara mendapat, semakin terhormat dan diperhitungkan orang dalam kancah pergaulan sosial.
Kita tidak tahu bagaimana perasaan Sang Pencipta melihat kiprah para pesulap modern ini. Mungkin saja Dia bangga, karena kisah penciptaan alam semesta yang berlangsung enam hari harus direvisi. Ada percepatan setelah ciptaanNya berkembang ribuan tahun kemudian.
Atau, manusia modern sudah tidak risau lagi dengan fenomena instan ini, karena Tuhan dan ajaran kealamianNya pun sudah tidak dipercaya lagi. Orientasinya melulu pada hasil. Segala cara dilakukan demi hasil sekejap. Prosesnya dilupakan.
Ataukah Tuhan sedang gundah karena keutamaan dari sebuah proses sekarang sudah dikangkangi manusia modern ciptaanNya. Sedangkan Sang Pencipta yang Maha Instan saja tidak mau menyulap tumbuhan kecil bisa menjadi pohon besar dalam sekejap. Dia adalah Sang Maha Alami yang menghormati sebuah proses. Yang jelas, proses penciptaanNya dalam diri kita pun belum selesai sampai detik ini. Kita bukan seperti pohon instan tapi manusia yang menjalani proses kehidupan.*** (Leo Wahyudi S)
Foto diambil dari https://news.detik.com/berita/d-3914040/8-pohon-dari-sudirman-sudah-ditanam-di-taman-kalijodo

Memang sangat mengagumkan bro.
LikeLike
terima kasih banyak
LikeLiked by 1 person