Inspiration

ANDAI MANUSIA SEPERTI LEBAH MADU

Indonesia adalah negeri yang kaya raya dengan sumber daya alam dan manusianya. Namun di balik berkah itu, tersimpan potensi bencana yang setiap detik bisa menghancurkan manusia dan alamnya. Buktinya, pemerintah mencatat ada lebih dari 3.000 bencana alam yang terjadi di Indonesia selama 2025, dan lebih dari 50 persen adalah bencana banjir. Bencana banjir dan tanah longsor hebat di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara menewaskan 1.016 jiwa yang kemungkinan masih bisa bertambah dan 212 orang masih belum ditemukan. 

Lebih dari 600 ribu orang mengungsi karena kerusakan parah atau bahkan kehilangan tempat tinggalnya karena tersapu bencana. Banjir air bercampur lumpur dan kayu menimbulkan tanda tanya besar. Tragis dan memilukan. Kesan itu yang muncul pertama saat melihat bencana alam yang susul menyusul merobek sanubari, rasa kemanusiaan, dan rasa keadilan masyarakat di negeri ini.

Dan, yang lebih menyedihkan lagi, penderitaan para korban bencana terus berlanjut karena negara seolah abai dan kurang tanggap untuk segera menangani bencana ini. Rakyat sekarang makin pintar dan tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Sedih rasanya melihat saudara-saudara kita menderita lapar, kedinginan, kehilangan harta benda, sanak saudara. Untunglah ada rasa kemanusiaan yang masih hidup karena ternyata masih banyak orang murah hati yang mau berbagi tanpa pamrih. Meskipun, masih banyak pro kontra soal dari mana bantuan, dan seharusnya siapa yang memberi bantuan. 

Air bah, banjir bandang, lumpur, kayu gelondongan, lahar, abu gunung berapi, bukan sekedar materi yang bisa menghancurkan kehidupan. Di tiap partikel alam itu mereka sebenarnya sedang menitip pesan. Mereka sedang mengirimkan pesan penting untuk manusia yang kian tamak, rakus akan harta dan kuasa yang dibalut angkara murka. Alam pun punya jiwa dan mereka mengirimkan pesan tentang amarah alam terhadap keserakahan manusia. 

Bangsa kita kini menjelma menjadi bangsa yang miskin moral dan etika meski mengaku beragama dan religius. Mereka takut kurang, meski sumber daya berlimpah. Maka setiap hari ibu bumi dan hutan perawan diperkosa, dibor untuk diambil sarinya. Hutan digunduli. Ekosistem dirusak. Laut dieksploitasi lalu dikotori dengan sampah. 

Dalam ajaran agama mana pun, kebijaksanaan tentang ekologi ini sudah diajarkan. Dalam ajaran Hindu, bumi dan alam bagaikan seorang ibu yang harus dihormati, dicintai, dan dijaga kehormatannya. Dalam ajaran Buddha, manusia bukan penguasa, tapi wajib menjaga harmoni alam, keberlanjutan alam tanpa harus merusak. Dalam ajaran Kristiani, alam menjadi semacam rumah Allah yang harus dijaga, dirawat, dan dihormati. Dalam ajaran Islam, manusia adalah khalifah yang mengemban amanah untuk menjaga keseimbangan alam dan memanfaatkannya secara bijak dan adil tanpa merusak dan memboroskannya. 

Sesungguhnya bumi dan alam diciptakan untuk mencukupi kebutuhan manusia dan makhluk hidup di dalamnya. Tapi, sebesar, seindah, semakmur, sekaya apa pun sumber daya alam, semuanya tidak akan cukup bagi makhluk serakah bernama manusia, apalagi manusia Indonesia. Apa pun dilahap. Dari bakteri pembusuk hingga binatang terbesar dilahap. Dari rumput kecil hingga pohon terbesar pun dibabat tanpa ampun. Semua hanya demi memenuhi hasrat takut miskin sekaligus nafsu serakah. Tak ada kata cukup bagi mereka, kecuali mereka sudah mati tertelan banjir lumpur dan terantuk kayu gelondongan yang mereka tebang. 

Andai saja manusia, terlebih pemerintah, mau belajar keselarasan dan kesadaran hidup dari lebah madu, dunia ini akan indah. Alam akan tetap terjaga. Lebah madu hidup dari alam sekaligus menjaga harmoni dan keutuhan alam tempat mereka hidup. Bunga-bunga tetap indah dengan semerbak wanginya, meski sudah dihinggapi dan diambil madunya oleh lebah madu berkali-kali. 

Para ahli meneliti bahwa untuk menghasilkan madu setengah kilogram, lebah harus terbang kurang lebih 145 ribu kilometer untuk mencari sekitar 2 juta bunga. Seekor lebah maksimal bisa terbang 25 kilometer per jam. Seekor lebah dalam sekali perjalanan bisa sampai 10 kilometer jauhnya untuk menghinggapi 50-100 bunga. Meski umurnya hanya 6 minggu, tapi lebah pekerja memaksimalkan potensinya untuk mengumpulkan madu tanpa pernah merusak sumbernya. 

Setiap ekor lebah madu bekerja dengan semangat untuk menjaga dan menghidupi koloninya yang berjumlah sekitar 50-60 ribu lebah. Mereka bekerja dengan mengambil secukupnya dari alam. Lalu para lebah madu itu menikmati hasilnya bersama. Maaf, saya salah. Hasil kerja keras mereka dirampas manusia untuk dijual dan dieksploitasi. 

Marilah, kita manusia harus belajar dari lebah madu. Bukan jadi lebah pembunuh (Vespa Mandarini) dengan racun jahat yang membunuh lebah lain. Bumi dan alam tidak sedang baik-baik saja. Mereka sudah menunjukkan kemarahannya pada manusia. Kita harus bertobat secara ekologis dengan kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta, bukan penguasanya. Kita harus menghormati, merawat, bukan merusak ciptaanNya karena alam adalah rumah bersama. Rumah untuk sejahtera bersama dan tidak untuk dieksploitasi dan dirusak. Sadarlah, hai manusia tamak! ***

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑