Inspiration

BERKORBAN UNTUK SIAPA?

Membaca kisah pelawak senior Nunung Srimulat sangat menyentuh hati saya. Perjalanan hidupnya penuh dinamika. Di era kejayaannya, hampir seluruh tayangan layar kaca didominasi penampilan Nunung Srimulat dan komedian senior lainnya. Penampilannya selalu menghibur jutaan pemirsa di kala jayanya. 

Tapi kini, masa jaya itu telah memudar. Kanker payudara yang menggerogotinya membuat hidupnya jatuh di roda kehidupan yang terbawah. Yang tersisa kini adalah rasa sakit, kecewa, dan penderitaan fisiknya akibat penyakit. Ia mencurahkan isi hatinya ke dunia maya dan ditanggapi oleh warganet yang masih punya hati.

Saat ia berada di puncak kejayaan, ia menjadi penopang kehidupan sekitar 50 keluarga dan sanak saudaranya di Solo, Jawa Tengah. Nunung tidak pernah berhitung-hitung soal harta hanya demi membahagiakan anak dan sanak keluarganya. Ia menjadi sumber kehidupan keluarga besar sekaligus sumber penghiburan jutaan pemirsa saat melihat kelucuan dan kekonyolannya.

Tapi hidup memang penuh paradoks. Pengorbanannya yang tulus tidak lantas membuat hidupnya seindah orang-orang yang pernah dibahagiakan dan dihidupinya. Dalam sakitnya, ia kini tinggal di rumah kos. Hartanya sudah habis. Pekerjaan manggung pun nyaris sepi. Saat ia jatuh sakit, tak ada sanak keluarga yang telah ditopang hidupnya itu yang memperhatikannya. “Boro-boro membantu finansial, menjenguk atau sekedar menanyakan kabar saya pun tidak,” kata Nunung getir. Pengorbanannya seolah sia-sia. Saat jatuh miskin, tak seorang pun yang pernah ditolongnya peduli nasib Nunung. Tragis. Tapi kini, justru pertolongan dan berkah itu datang dari orang lain yang selalu siap membantu Nunung saat jatuh sakit dan jatuh miskin. 

Sahabat saya beberapa waktu lalu juga curhat hal senada. Dari kecil, sebagai anak sulung, ia rela mencari kayu dan bekerja agar bisa membantu adik-adiknya. Ia tidak peduli dengan hidupnya sendiri demi dua adiknya. Kini setelah kedua adiknya hidup makmur dengan pekerjaan mapan dan penghasilan lumayan justru memusuhi kakak sulungnya yang pernah menyekolahkan mereka. Tidak ada kata terima kasih. Tidak ada balasan, meskipun sahabat saya tak pernah berharap. Ia merasakan kekecewaan batin yang dalam justru saat ia sedang dalam kesusahan, kedua adiknya mencampakkan dirinya. 

Saya akhir-akhir ini menemukan fakta dan makna peribahasa, “air susu dibalas air tuba”. Keluarga saya pun pernah mengalami hal yang sama. Sahabat dan orang-orang yang saya kenal pernah menceritakan hal yang sama. Lalu saya bertanya, kita ini sebetulnya berkorban untuk siapa? Apakah pengorbanan dalam hidup itu masih perlu?

Menurut pengalaman saya pribadi, mau berkorban untuk orang lain atau tidak itu adalah pilihan hidup. Kalau pun memilih untuk berkorban, konsekuensinya adalah berkorban yang tulus dan tanpa pamrih, tanpa berekspektasi, tanpa berharap pengorbanan kita akan kembali. Pengorbanan adalah inti dari cinta terdalam untuk sebuah keluarga. Cinta sejati adalah sebuah pengorbanan yang hanya memberi dan tak mengharapkan kembali. Pengorbanan itu berarti merelakan kehilangan, bukan mendapatkan sesuatu. Pengorbanan itu berarti mewujudkan, bukan memiliki dari apa yang kita cintai. 

Guru kemanusiaan dari India, Sai Baba, pernah mengatakan: “Hidup bagaikan lagu, maka nyanyikanlah. Hidup adalah permainan, maka mainkanlah. Hidup adalah tantangan, maka hadapilah. Hidup adalah mimpi, maka wujudkanlah. Hidup adalah pengorbanan, maka berikanlah. Hidup adalah cinta, maka nikmatilah.” 

Bagi orang yang senang membahagiakan atau menyenangkan orang lain (people pleaser), pengorbanan terbesar dalam hidup adalah ketika mereka mengorbankan kebahagiaan untuk orang lain. Dan pengorbanan atas nama cinta itu harganya mahal dan menyakitkan. 

Menurut saya, agar tidak kecewa di kemudian hari, jangan pernah berpikir atau menganggap apa yang kita lakukan adalah pengorbanan. Anggap saja memang kita selayaknya memberi dan berkorban untuk orang yang kita cintai. Setelah itu, lupakan saja pengorbanan dan pemberian itu. Tidak usah berpamrih atau berekspektasi sekecil apa pun saat berkorban atau berbuat baik. Kalau kita tetap menganggap dan mengingat-ingat semua itu sebagai pengorbanan kita, artinya kita belum tulus dan ikhlas. Kita pasti akan kecewa dan tergoda untuk mengungkit-ungkit kebaikan dan pengorbanan kita sendiri. 

Saya yakin pengorbanan atas nama cinta tidak pernah sia-sia. Semesta pasti akan memberikan apa yang telah kita korbankan di saat kita memerlukan, meskipun bukan dari orang-orang yang pernah menerima dan menikmati pengorbanan kita. Kebaikan selalu tersedia bagi orang-orang yang berani berkorban atas nama cinta.***

Foto dari https://kaltim.tribunnews.com/2025/02/26/nunung-kini-tinggal-di-kos-kosan-usai-jual-semua-asetnya-untuk-biaya-hidup-dan-pengobatan?page=all   

One thought on “Inspiration

Add yours

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑