Indonesia punya banyak sekali julukan. Negeri nusantara yang kaya raya, bangsa yang ramah dan murah hati, bangsa agamis, bangsa berbudi luhur dan penuh tata krama, bangsa beradab dengan ratusan suku, bahasa, budaya, dan seabrek julukan indah lainnya. Tapi Indonesia juga dikenal sebagai bangsa penuh paradoks dengan beragam julukan baru berdasarkan banyak penelitian dan survei global. Indonesia dikenal sebagai bangsa paling munafik, warganetnya paling rendah keadabannya, negeri paling korup, bangsa dengan IQ rendah, dan terakhir saya juluki sebagai bangsa pengoplos.
Bukti bangsa pengoplos yang andal dapat dilihat dari kasus mega korupsi yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun cukup membuat masyarakat terhenyak. Korupsi itu dilakukan dengan mengoplos bahan bakar minyak pertamax dan pertalite dari 2018 sampai 2023 (ini yang terdeteksi). Luar biasa culas dan tamaknya bangsa kita.
Kita pasti tahu banyak kasus-kasus oplosan lain yang mencuat. Gas dalam tabung bisa dioplos. Obat bisa dioplos. Minuman keras dioplos dengan autan. Minyak goreng dioplos, beras dioplos, kedelai, saus, gula, dioplos. Tukang gorengan pernah terkuak kasusnya karena mengoplos minyaknya dengan sterofoam atau plastik agar renyah gorengannya. Dulu juga pernah ada tukang mi ayam yang mengoplos daging ayam ‘dugaannya’ dengan daging tikus. Skincare juga dioplos. Onderdil motor pun dioplos. Tukang jual sayuran atau buah di pasar juga berani mengoplos antara yang segar dan yang hampir busuk.
Dari contoh itu dapat dilihat kalau mental korup itu memang sudah mandarahdaging dari lapisan bawah sampai pejabat tinggi. Motifnya apa lagi kalau bukan keserakahan dan kemaruk agar meraup keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Padahal tak kurang-kurang pendidikan agama dan akhlak diberi porsi terbanyak. Inilah paradoks negeri agamis. Bangsa yang pintar mengoplos nilai-nilai agamis dengan mental koruptif. Hawa nafsu tamak dioplos dengan kesalehan. Inilah kepiawaian bangsa pengoplos.
Saya tak bisa membayangkan duit senilai Rp193,7 triliun itu seberapa panjang kalau dijejerkan dalam pecahan seratus ribuan. Satu triliun itu seribu milyar. Satu milyar itu seribu juta. Jerome Polin seorang jago matematika mencoba mengutak-atik angka itu. Seandainya sebuah rumah tangga menghabiskan uang Rp500 juta setiap bulan, maka uang 1 triliun bisa menghidup keluarga itu selama 166 tahun. Itu baru 1 triliun.
Seandainya uang itu untuk membiayai anak Indonesia yang kesulitan biaya kuliah S1 yang katakanlah rata-rata menghabiskan 100 juta rupiah selama 4 tahun, maka uang korupsi Pertamina itu bisa membiayai 1.937.000 anak Indonesia menjadi sarjana S1. Seandainya duit itu untuk membangun gedung sekolah di pelosok-pelosok, membantu tambahan tunjangan para guru honorer agar layak, maka akan ada berapa juta orang yang terkena imbas baiknya.
Seandainya duit itu untuk memperbaiki infrastruktur kesehatan di pelosok-pelosok negeri, tak akan ada cerita pilu warga desa yang harus berjalan sejauh 20 kilometer dengan menandu seorang ibu hamil untuk sampai ke Puskesmas di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Uang itu bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur jalan di luar pulau Jawa yang masih jauh dari layak.
Seandainya duit itu dipakai untuk menciptakan lapangan kerja padat karya, maka akan ada lebih dari 7 juta pengangguran mendapatkan pekerjaan. Dengan memberikan pekerjaan dan sumber penghasilan layak, minimal mereka bisa dididik untuk tidak menjadi bangsa pengoplos.
Seandainya para pengoplos itu dihukum mati, atau minimal dimiskinkan tujuh turunan, maka predikat bangsa pengoplos mungkin akan memudar. Semua orang akan jeri, karena takut dioplos dengan setan penghuni kerak neraka. Setan pun akan jeri, karena dagangan ketamakan dan keserakahan tak akan laku keras.***

sayur cap cay itu aslinya juga oplosan lho… kata oplosan semakin terjerumus lebih dalam ke makna konotasi negatif.. salam gukguk..
LikeLike