Inspiration

MENGAPA MIMPI SUSAH JADI KENYATAAN?

            Saya punya keyakinan bahwa setiap orang pernah atau punya mimpi, angan-angan, cita-cita dalam hidup. Ini bukan soal mimpi sebagai bunga tidur, tapi mimpi tentang keinginan yang ingin terwujud. Ada yang bermimpi untuk sukses, kaya raya, makmur dan sejahtera. Ada yang mimpi jabatan, kekuasaan. Ada pula yang mimpi ketemu pangeran atau putri yang akan menjadi pasangan hidupnya. Saya juga punya keyakinan bahwa banyak orang yang mengalami mimpinya menjadi kenyataan, entah berapa jam, hari, minggu, bulan, tahun. Tapi, tak sedikit pula yang mimpinya seperti pepesan kosong, alias zonk, tidak pernah terwujud. 

            Kalau mimpi akhirnya menjadi kenyataan, itu harapan semua orang. Tapi yang menjadi persoalan, mengapa banyak mimpi kita tak pernah kunjung datang? Pasti ada yang salah. Entah mimpinya atau orang yang memimpikannya. Bisa juga mimpinya ketinggian dan mustahil, atau cara memimpikannya yang salah. Semua kemungkinan bisa terjadi. 

            Saya punya cerita. Suatu ketika ada orang yang masuk sebuah restoran. Ia sangat ingin menikmati makanan terenak dan terkenal dari restoran itu, yaitu sop buntut. Saat dihampiri pelayan restoran, ia langsung memesannya. Bukannya duduk manis dan menunggu, orang itu malah mengikuti sang pelayan restoran dan masuk ke dapur. Sesampai di dapur, ia mengikuti dan mengamati setiap proses penyajian makanannya. Ia bahkan menghampiri juru masak dan mendiktekan bahan-bahan makanan yang menurutnya boleh dan tidak boleh. Sang juru masak pun merasa terganggu. Para juru masak lain, termasuk pelayan restoran tadi, merasa risih dan terganggu dengan kehadiran sang pelanggan. Kehadirannya di dapur dan mengatur segala proses masakan yang diinginkannya justru membuat suasana tidak nyaman di dapur tersebut. 

            Setelah masakan siap, sang pelayan pun dipanggil agar segera menyajikannya ke pelanggan tersebut. Sang pelanggan pun segera mengikuti sampai di meja tempat ia memesan makanannya. Ketika mencicipi sop buntut yang diidamkan, ternyata wajahnya memperlihatkan kekecewaan. Ternyata rasanya tidak seperti yang diharapkan. Sontak ia segera beranjak ke dapur dan mengajukan protes ke juru masak. Ia mempertanyakan mengapa makanan pesanannya tidak seenak yang diinginkannya. Sang juru masak pun membalas protesnya. 

            “Coba kalau Bapak percayakan urusan masakan itu ke kami di dapur, pasti masakannya akan enak. Bapak tidak percaya kami dan kehadiran Bapak sangat membuat kami tidak nyaman dalam memasak. Maka wajar kalau hasilnya tidak maksimal,” kata sang juru masak. 

            Sadarkah kita, bahwa kita sering bersikap seperti pelanggan dalam cerita itu. Saat kita berangan-angan atau bermimpi besar, itu seperti kita sedang memesan makanan di restoran. Apa yang kita inginkan, itu yang kita pesan. Lalu, setelah pesan, apakah kita melamun dan memikirkan terus makanan pesanan itu? Biasanya yang terjadi kita cuek, melihat gawai, atau melihat-lihat situasi, atau mengobrol sambil menunggu. Tanpa sadar kita melupakan sejenak pesanan makanan itu. Melupakan itu seperti melepaskan dan mempercayakan pada pelayan dan juru masak restoran. Setelah matang dan siap, maka pesanan kita pasti akan dihidangkan di meja kita. Kita tinggal memesan, menunggu, beraktivitas lain tanpa memikirkannya lagi, lalu makanan itu datang di meja kita. 

            Tapi praktiknya, tanpa kita sadari ketika kita bercita-cita, bermimpi, berangan-angan, kita selalu mengingat-ingat terus, dan bahkan ikut masuk ke dapur Semesta. Kita ingin mengatur agar semuanya sesuai dengan impian kita. Kita mengatur kapan, bagaimana, apa saja bahannya, cara memasaknya. Kita itu siapa? Kita hanya pembeli mimpi dan seharusnya mimpi itu kita percayakan pada Sang Juru Masak Semesta. Dialah yang akan mengatur sampai menjadi kenyataan dan menghidangkan impian kita itu agar kita nikmati. 

            Manifestasi mimpi kita jarang terwujud atau terkabul sebetulnya karena ulah kita sendiri yang kurang percaya, kepo, pengen tahu semua, dan mengatur semua. Kita tidak mau melepaskan semua itu agar berproses sesuai hukum semesta. Seharusnya kita percayakan saja urusan mimpi kita pada Semesta, dan biarkan Semesta mengolahnya. Hukum tarik menarik itu harus disertai dengan sikap melepaskan dan melupakan sejenak. Melepaskan adalah bagian dari iman. Kapan dan cara bagaimana mimpi kita akan terwujud itu di luar kendali kita. Itu adalah urusan dapur Sang Juru Masak dan Semesta. 

            Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi ketika kita minta pada Semesta lalu kita terus mempertanyakan, meragukan dari mana, sambil mengecek sampai di mana? Tanpa disadari kita sedang meragukan sendiri kekuatan mimpi kita. Mimpi adalah energi. Memegang erat energi di balik mimpi kita sama saja kita mengendalikan Semesta. Memegang erat energi itu justru membangkitkan keraguan. Keraguan itu akhirnya menjauhkan mimpi kita dari kenyataan yang kita dambakan. 

            Maka, agar mimpi kita terwujud, jangan rewel dan bawel. Lupakan, lepaskan, dan percayakan pada Sang Juru Masak dan Semesta. Ibarat pelanggan di restoran, pesanan kita pasti diantar atau dihidangkan. Kita cukup percaya sambil menunggu hidangan mimpi itu hadir di meja kita. Selamat bermimpi dan melepaskannya agar mimpi segera termanifestasi dalam hidup Anda.***

Foto dari https://interactive.co.id/blog/strategi-pelayanan-restoran-yang-baik-dan-disukai-pelanggan-part-1-139.html

One thought on “Inspiration

Add yours

  1. iya.. seringkali untuk mewujudkan mimpi, kita selalu ingin terlibat dalam setiap detil proses, agar tahapan yg dilalui sesuai dengan keinginan kita. Kita kadang ragu mempercayakan bbrp bagian proses ke penciptaan.. bagian pentingnya, bgmn kesadaran kita mengetahui kapan keterlibatan semesta dan kapan keterlibatan kita sendiri.. tampaknya susah, tapi tetap bisa dicoba.. Salam Wujudkan Mimpi Ndul

    Like

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑