Beberapa waktu lalu, saya chatting dengan teman yang kebetulan menjadi seorang pejabat publik yang cukup ternama. Tak perlu lah saya sebutkan namanya. Ia bertutur bahwa menjadi pemimpin yang baik itu bukan perkara gampang. Sebagai pemuka masyarakat dan pejabat pemerintahan ia sering terjebak dalam praktik-praktik yang bertentangan dengan hati nurani dan akal sehat.
Praktik koruptif, penyelewengan kewenangan, adalah sebagian contoh yang tidak mengenakkan. Belum lagi praktik orang-orang titipan yang berbau kolusi dan nepotisme yang tahu-tahu nangkring di sebuah posisi tertentu yang tidak relevan dengan kemampuannya. Belum lagi soal kebijakan yang didikte dari birokrasi level atas yang seenaknya dan memaksakan agar dilaksanakan meskipun belum tentu cocok dengan kondisi masyarakatnya.
Dari obrolan itu saya lalu tersadar, bahwa jabatan dalam pemerintahan, atau swasta, kadang tidak seindah yang dilihat. Saya juga melihat bahwa di jaman sekarang, menjadi orang lurus dan jujur bukan perkara mudah. Banyak tentangan dan tantangan. Saya sering mendapat curhatan dari orang-orang jujur yang akhirnya mundur daripada hancur dari suatu lingkungan kerja yang penuh dengan budaya korup dan tidak beradab.
Tapi saya, meskipun pernah mengalami kondisi yang sama, tidak kapok untuk tetap berusaha jujur dan lurus. Berjalan dan bekerja sesuai prinsip dan etika yang seharusnya. Meskipun saya sadar, itu tidak mudah.
Saya terkesan dengan wejangan mantan pesohor kuis di televisi, Helmi Yahya. Menjadi orang jujur itu seperti paku yang lurus, katanya. Para tukang bangunan akan memilih paku-paku yang lurus agar mudah dipukul. Paku yang lurus memang harus dipukul untuk merekatkan kayu yang memberi kekuatan suatu bangunan. Menjadi paku yang lurus selalu dipilih dan dipukuli karena ini justru membuktikan kualitas paku itu, apakah dari bahan baja atau besi rapuh.
Orang yang tidak jujur itu ibarat paku yang bengkok, katanya. Paku bengkok itu kualitasnya kurang baik sehingga dipukul sekali langsung meleyot dan bengkok. Tukang bangunan akan segera mencabutnya dan membuangnya. Paku bengkok tidak akan dipakai lagi di mana pun. Begitu pula orang yang tidak jujur. Kalau pun terpakai, maka bangunannya akan berkualitas rendah dan gampang roboh karena konstruksi kayunya tidak kuat.
Saya hanya bisa menyemangati kawan pejabat tadi agar terus mempertahankan diri sebagai seorang pemimpin yang memegang teguh kejujuran dan integritasnya. Tak lupa, integritas harus disertai adab dan etika agar tetap bermartabat di mana pun ia harus berkarya. Orang jujur berjalan menurut nurani dan akal sehat yang teguh seperti baja. Keteguhan dan kejujuran itu akan memberikan keteladanan bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Negeri ini masih sangat membutuhkan pemimpin-pemimpin yang jujur, yang punya adab dan etika, seperti paku yang lurus dan tahan pukul. John Q. Adam, mantan presiden Amerika Serikat, pernah mengatakan bahwa seorang yang layak disebut pemimpin adalah ketika ia bisa menginspirasi orang untuk bisa membangun mimpi lebih banyak, belajar lebih banyak, melakukan sesuatu yang lebih banyak, dan menjadi lebih baik. Selamat memimpin, sahabat. ***(Leo Wahyudi S)
Foto dari https://www.freepik.com/premium-photo/casual-man-hammering-nail-plank_1890790.htm

Perumpamaan ttg Paku Lurus, pas banget dg kondisi yg diceritakan.. joss
LikeLike