Inspiration

DUNIA SEPERTI CERMIN

Alkisah ada seekor beruang yang tersesat dari hutan lalu masuk ke permukiman manusia. Ia tanpa sengaja masuk ke dalam sebuah gedung yang didominasi oleh kaca cermin. Mulai dari lantai, dinding, dan atapnya terbuat dari cermin. 

Beruang itu terkejut seketika. Selama ini beruang dikenal sebagai binatang penyendiri. Kecuali beruang betina yang mengasuh anak-anaknya, ia akan hidup bersama anak-anaknya selama dua atau tiga tahun. Selebihnya, beruang adalah penyendiri, kecuali di musim kawin.

Ketika ia masuk ke ruangan yang penuh cermin, beruang itu menunjukkan reaksi yang tidak senang. Ia melihat ada banyak sekali beruang. Dari samping kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah. Semua yang ia lihat adalah beruang. 

Situasi ini membuat beruang itu berang. Ia menggembor marah dan mulai menunjukkan taring-taring dan kuku-kukunya yang panjang dan tajam. Yang dilihatnya pun seringai taring dan kuku tajam dari segala arah. Lalu ia meraung marah. Suaranya pun menggema dari segala arah. Situasinya penuh amarah.

Beruang itu mulai menyerang beruang di cermin sebelah kirinya, lalu sebelah kanannya. Ia berlari dan menyerang gambaran beruang di depannya. Ia berbalik, lalu lari dan menyerang membabi buta. Tapi selalu ia menabrak dinding kaca cermin itu. 

Akhirnya beruang itu pun merasakan kesakitan, kelelahan. Bahkan ujung kukunya ada yang patah. Gigi taringnya ada yang patah dan berdarah. Dalam kemarahannya, beruang itu terkapar. Keliarannya hilang tanpa daya. Tapi ia masih melihat banyak beruang lain juga melakukan hal yang sama. Beruang itu pun sekarat dalam kemarahan, kesakitan, dan kelelahannya karena melawan ratusan bayangan dirinya. 

Dalam kenyataan hidup, tak jarang kita pun bertingkah seperti beruang dalam ruangan penuh kaca cermin. Tak usah jauh-jauh. Saat kita masuk ke pusat kebugaran dengan ruangan yang penuh cermin. Secara naluri, kita akan segera melihat gambaran diri kita secara utuh. Lalu kita mematut-matut diri. Lalu tanpa sadar mencari-cari kekurangan-kekurangan tubuh kita. Apalagi perempuan. Dari cermin, ia akan rajin mencari setiap centimeter kekurangan-kekurangan dari ketidaksempurnaan tubuhnya. Entah bentuk mukanya, hidungnya, matanya, perutnya, pahanya, lengannya. Cermin menjadi alat detektor canggih untuk mencari-cari kekurangan diri. 

Kata orang bijak, hidup itu sesungguhnya tidak menampilkan baik dan buruk. Kenyataan dalam hidup itu netral. Penilaian baik dan buruk itu datang dari pikiran kita sendiri yang mengaku sebagai manusia, bukan beruang dalam cerita tadi. Semua yg terjadi adalah pantulan atau refleksi dari pikiran, perasaan, nafsu, keinginan, dan tindakan kita sendiri. Dunia sekitar kita bagaikan ruangan dengan ribuan cermin raksasa. 

Lao Tzu mengatakan, hidup itu bagaikan rangkaian perubahan yang alami dan spontan. Janganlah melawannya, karena hanya akan menciptakan kepedihan. Biarkan kenyataan menjadi kenyataan apa adanya. Biarkan semuanya mengalir apa adanya kemanapun mereka berjalan. Kalau kita melawan kenyataan, apa bedanya kita dengan beruang tadi. Yang ada justru badan kita sakit, karena seperti menabrakkan diri di dinding cermin bayangan kita sendiri. 

Apa yang terjadi dalam hidup, pahit, getir, gembira, ceria itu sesungguhnya hasil pikiran kita. Realitas yang menghampiri hidup kita adalah apa yang kita pikirkan. Jadi kalau kita melawannya, sesungguhnya kita melawan cerminan diri kita sendiri. Persis seperti beruang yang kalap dengan bayangannya sendiri. 

Sama halnya ketika kita berada di depan cermin. Kita hanya perlu diam dan melihat wajah dan tubuh kita, tidak perlu kita lebay mencari-cari kekurangan tubuh kita. Atau, sibuk memberi penilaian pada ketidaksempurnaan tubuh kita sendiri. Cukup diam dan tersenyum, sambil bersyukur atas anugerah tubuh dan wajah kita apa adanya. Mau gemuk, berlemak, kurus, rahang bersudut, mata belok. Itulah fakta yang harus disyukuri apa adanya. 

Kaisar Roma, Marcus Aurelius, pernah berkata, “Semua yang kita dengar adalah opini, bukan sebuah fakta. Apa yang kita lihat hanyalah sudut pandang, bukan kebenaran.” Maka, apa yang kita lihat dalam hidup nyata adalah realitas yang netral. Yang membuatnya baik atau buruk adalah penilaian kita, sudut pandang kita, pikiran kita. Menurut saya, melakukan yang baik adalah hal terbaik, agar kita melihat pantulan yang baik dalam cermin kehidupan ini.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://boingboing.net/2022/07/10/bear-doesnt-like-the-bear-it-sees-in-the-mirror.html

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑