Bulan-bulan di akhir tahun akademik seperti sekarang memunculkan banyak fenomena menarik. Banyak anak dan orang tua berkutat dengan prospek dan masa depan pendidikan setelah naik kelas atau lulus. Anak atau siswa jauh-jauh hari sudah dituntut untuk hidup di masa depan dengan mereka-reka sekolah atau jurusan yang akan dimasuki. Orang tua pun ikut berpikir jauh ke masa depan, bukan soal sekolah atau jurusan, tapi kalkulasi biaya yang harus dikeluarkan ke depan.
Musim akhir tahun akademik membuat banyak orang melompat ke masa depan dan meninggalkan hidup saat ini. Lompatan jauh ke depan itu yang membuat kita sering melakukan overthinking, berpikir terlalu jauh, mikir kebablasan, sampai jatuh dalam dunia andai-andai. Andaikata dia masuk jurusan ini, maka nanti pasti akan repot, kuliahnya berat, biayanya besar, masa depannya belum tentu cerah. Andaikata dia masuk sekolah ini, dia akan belajar disiplin, pelajaran bermutu, gurunya berkualitas, tapi pendidikan karakternya kurang, pengaruh lingkungannya tidak bagus, dia akan jadi anak nakal. Orang mulai menikmati dunia andai-andai seolah sudah nyata. Lengkap dengan hal-hal negatif dan kecemasannya.
Overthinking itu merupakan tindakan pemikiran berulang-ulang terhadap suatu peristiwa, situasi, atau persoalan tetapi berlebihan atau bahkan obsesif, ngotot. Karena berpikir berlebihan, imbasnya pun bisa negatif. Tak jarang orang yang terlalu mencemaskan masa depan dengan overthinking itu sering terganggu lambungnya, sakit kepala, dan susah tidur alias insomnia, kecemasan berlebihan, bahkan depresi.
Coba kita ingat-ingat, kalau kita terlalu kuatir terhadap sesuatu yang tidak bisa kendalikan, entah itu soal pendidikan, karir, keuangan, status sosial, pekerjaan, seseorang, maka itu menjadi tanda kalau kita overthinking. Sulit konsentrasi, susah tidur, selera makan berubah, sulit mengambil keputusan, gagal move on, baper karena perkataan orang, ini semua tanda kalau kita sedang melebih-lebihkan pikiran dan kenyataan. Kita hidup dengan kesakitan masa lalu dan prediksi negatif masa depan. Anda mengalami gejala yang mana?
Boleh-boleh saja sih bert-thinking alias berpikir. Tapi jangan over, atau melebih-lebihkan pikiran sehingga kita membiarkan hidup jatuh ke dalam bayangan yang menakutkan dan penuh kecemasan. Overthinking membuat pikiran kita liar, mengembara jauh ke masa depan. Lalu mencari ruang-ruang kosong hasil ciptaan kekuatiran dan ketakutan kita. Semakin betah angan-angan dan bayangan ketakutan itu, semakin tidak mau pulang ke masa kini, dimana hidup kita berpijak. Kita hidup dalam angan-angan.
Kalau kita sudah menyadari bahwa kita sedang hidup dalam pengandaian dan overthinking, inilah saatnya untuk stop. Mulailah menyadari bahwa hakikat hidup sesungguhnya adalah menyadari saat ini, sekarang ini, saat kita bernafas, berjalan, melihat, mendengarkan musik, memegang sesuatu. Hidup adalah saat ini dan di sini, bukan di masa depan. Kalau kita bisa merasakan nafas, udara masuk dan keluar dengan kesadaran penuh, melakukan segala hal dengan kesadaran penuh, berarti kita sedang mengikat pikiran untuk tidak lari ke masa lalu atau mereka-reka masa depan. Kita sedang menikmati hidup kita, pikiran, dan hati kita saat ini. Di sini kita akan menemukan kata syukur dan kebahagiaan, sekecil apa pun itu.
Karena itu, mari kita tinggalkan ruang-ruang kecemasan dan ketakutan di masa depan. Kita pulang untuk menikmati ruang saat ini dan di sini. Yang jelas, kalau kita bisa menyadari hidup saat ini dan di sini, ini pasti akan mengurangi kecemasan, kekuatiran, obsesi, ketakutan. Berarti ini akan mengurangi stres sehingga meningkatkan kesadaran diri dan kesehatan fisik dan mental kita. “Sebab itu, janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari, cukuplah untuk sehari.” Sabda di Kitab Suci ini layak kita praktikkan dalam setiap detik tarikan dan hembusan nafas kita saat ini. Semoga menemukan maknanya.***(Leo Wahyudi S)

Leave a comment