Inspiration

CABIN FEVER

Istilah ini muncul tahun lalu ketika virus corona menyerang dunia dan membunuh jutaan orang hanya dalam waktu singkat. Pandemi Covid-19 membuat interaksi sosial pun segera dibatasi. Orang harus mengurangi mobilitas dan pergerakan dengan tinggal di rumah. Kita pun dipaksa untuk tinggal di rumah dalam waktu yang belum ditentukan sesuai anjuran pemerintah. Protokol kesehatan diterapkan dengan ketat. Setahun sudah berlalu. Namun pandemi belum juga berlalu.

Orang yang ‘terpenjara’ di dalam rumah atau tempat tertentu menjadi terisolasi dari kehidupan sosialnya. Akibatnya banyak orang merasa sedih, mengalami depresi, stres, dan tekanan batin berlebihan gegara isolasi. Efek negatif dari keterputusan manusia dari dunia luar itulah yang menyebabkan cabin fever.

Rasa bosan, gelisah, mudah tersinggung, putus asa, turunnya motivasi, kesulitan berkonsentrasi, susah tidur, lesu, curiga, paranoid, adalah gejala-gejala dari cabin fever. Saya yakin kita semua pasti pernah mengalami gejala-gejala itu selama mengalami pandemi ini.

Selama pandemi masih belum berlalu, maka cabin fever ini pun masih akan dialami banyak orang. Sekalipun orang tidak mengerti istilah tersebut. Tapi pengalaman dan perasaan membuktikan. Untunglah kita semua diberi penyadaran untuk mengurangi dan bahkan menghentikan rantai penularan virus Covid-19 ini. Caranya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan taat aturan pemerintah. Kalau ini dilanggar, gelombang penularan virus akan lebih dahsyat lagi. Pandemi pun akan semakin lama menghantui kehidupan kita.

Kebosanan dan tekanan batin dari cabin fever telah memaksa banyak orang berbuat nekat. Orang mulai pergi ke luar rumah dengan bebas tanpa mempertimbangkan risiko. Orang mulai ‘merasa’ hidup normal seperti tidak terjadi pandemi. Orang mulai abai dan bahkan lupa akan virus Covid-19 yang mematikan ini. Protokol kesehatan pun dianggap angin lalu.

Tak percaya? Sudah banyak contohnya. Apalagi orang-orang di Jakarta, misalnya. Pusat perbelanjaan dan pasar penuh sesak. Kereta komuter penuh. Café tak pernah sepi. Arus mudik tetap ramai, meskipun ada larangan mudik selama Lebaran 2021. Jalanan tetap macet. Rumah ibadah penuh sesak. Tempat rekreasi membludak.

Tak ada lagi penjarakan sosial. Masker pun ditinggalkan karena bikin pernafasan pengap. Cuci tangan pun dilakukan kalau ingat. Kerumunan menjadi hal biasa. Segala himbauan, penuhnya rumah sakit, gugurnya para petugas medis, penuhnya kuburan, tak cukup membuat jera. Pandemi seolah hanya mimpi.

Melihat kondisi ini, saya lalu berpikir, mana yang lebih dahsyat, virus keras kepala atau virus corona? Virus kesombongan dalam pandemi ini juga tak kalah hebat dampaknya. Kasus di India dengan gelombang penularan Covid-19 yang masif menjadi contoh nyata. Percaya diri dan tidak parno (paranoid) itu boleh agar kita punya sistem imunitas. Tapi kelebihan rasa percaya diri sama saja dengan menebar virus kesombongan.

Membawa kesadaran akan membuat kita bijak dalam menyikapi pandemi. Menyadari bahwa virus kesombongan bisa berbahaya dan mematikan. Sama seperti virus corona. Mungkin membawa ‘dunia luar’ ke dalam rumah juga akan menjadi pereda kebosanan dan gejala cabin fever. Aktifitas di luar rumah harus tetap dalam kesadaran dan kewaspadaan. Tanpa mudik pun, tali silaturahmi tetap tersambung, meski secara virtual. Semoga pandemi segera berlalu. Semoga kita pun sembuh dari cabin fever. *** (Leo Wahyudi S)

Foto dari klasika.kompas.id

2 thoughts on “Inspiration

Add yours

Leave a Reply to Pendekar Gendul Sakti Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: