Inspiration

UJARAN KEBENCIAN

Di masa kampanye menjelang Pemilu 2024 suhu politik makin panas. Para calon pemimpin makin menjadi magnet untuk menarik dukungan masyarakat sebanyak-banyaknya. Segala cara digunakan untuk meraih suara pendukung. Dari cara yang sopan, halus, sampai yang kasar dan provokatif ditayangkan di semua kanal media sosial dan media lain.

Muncullah kampanye hitam dengan mengunggah berita atau informasi negative untuk menjelek-jelekkan dan menjatuhkan lawan. Narasinya pun beragam. Ada yang sinis, sarkastis, atau bombastis. Masalah benar atau tidak itu urusan belakang. Yang penting lawan bisa jatuh dan kalah.

Kita semua terjebak dalam iklim kompetisi politik yang memanas, selain krisis iklim sesungguhnya yang ekstrem yang sedang kita alami. Semuanya memanas, fisik maupun mental. Pertarungan suka dan tidak suka yang saling dipaksakan menimbulkan persaingan sengit dan kebencian. Itu harus kita akui.

Ujaran kebencian, menurut saya, itu hanya cara pandang. Ujaran atau tulisan sebetulnya netral saja. Tapi ketika kita memberi label, salah, jahat, ngawur, kotor, licik, maka pikiran dan emosi kita pun ikut bereaksi negatif. Akan lebih parah lagi ketika kita akhirnya larut dalam kebencian karena tidak rela calon yang kita sukai dijelekkan dan dijatuhkan.

Kalau belajar dari para kyai, pemuka agama yang bijaksana, atau kaum bijak, saya kadang malu. Malu kalau saya ikut terlarut dalam arus energi negatif bernama kebencian. Konon katanya, membenci itu hanya karena permainan pikiran kita yang bereaksi terhadap apa yang tidak kita suka. Ketika kita menolak apa yang tidak kita sukai, dengan dipenuhi emosi negatif, lahirlah rasa benci.

Membenci ujaran kebencian, atau apa pun namanya, hanya membuat pikiran kita terpenjara dalam dunia kelam yang sempit. Menjelekkan orang tidak menjadikan kita lebih baik dan mulia daripada orang yang menebar kebencian. Merendahkan orang lain juga tidak akan meninggikan martabat kita. Justru kita akan membuka aib siapa kita sesungguhnya. Membenci justru menggambarkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Membenci berarti ada penolakan dan pemaksaan agar orang lain pun punya kesukaan atau pilihan seperti yang kita miliki. Saling memaksakan pikiran, cara pandang, pilihan, kesukaan, itu hanya akan menjatuhkan kita dalam kebencian.

Seandainya Nicola Tesla, sang jenius soal kelistrikan dan visioner, masih hidup, medan energi kebencian di tengah masa Pemilu di Indonesia ini bisa diubah menjadi energi listrik yang bisa menerangi dunia. Saking besarnya kekuatan energi negatif yang terjadi saat ini. Bahkan keseimbangan alam pun terpengaruh oleh energi negatif itu. Buktinya, gunung-gunung berapi mulai bereaksi, badai, panas. Vibrasi pikiran kita menjadi salah satu penyebab terganggunya hukum alam. Sayang, Tesla dibunuh karena temuannya tentang energi listrik alternatif gratis itu dianggap mengancam industri kelistrikan.

Di tengah iklim panas dan penuh kebencian ini, mari kita renungkan sejenak, bahwa kebencian itu sesungguhnya diciptakan oleh pikiran dan persepsi kita sendiri. Kalau kita berpikir bahwa segala sesuatu itu karena kesalahan orang lain, maka kita sendiri yang akan menderita luar dalam. Namun, saat kita menyadari bahwa segala sesuatu itu muncul dari dalam diri kita sendiri, maka kita akan belajar banyak tentang bagaimana menciptakan kedamaian dan kebahagiaan. Itu pesan Dalai Lama yang cukup mengena di situasi panas saat ini.***(Leo Wahyudi S)

Foto dari https://www.newsclick.in/Liberty-Hate-Speech-Need-Legislate-Grey-Areas

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑