MENGUBAH ANGIN ATAU MENGUBAH ARAH?
Melihat peta politik Indonesia akhir-akhir ini seperti melihat sebuah tontonan atau menikmati hiburan Taman Impian Jaya Ancol, atau seperti pasar malam keliling. Sebenarnya analogi ini kurang tepat. Tetapi paling tidak, anggap saja panggung politik negeri ini seperti sebuah taman hiburan. Bedanya, wahana permainan roller coaster di wahana permainan jalur dan arahnya jelas saat meliuk, menikung, menukik tajam, atau mendaki terjal, semua terukur dan jelas. Tapi kalau dunia politik itu ibarat wahana permainan yang ugal-ugalan, karena tidak bisa diprediksi arahnya. Tuas penggeraknya adalah kepentingan, bukan sistem dengan mesin yang sudah pasti. Tinggal bagaimana orang menikmatinya. Ada yang tertawa riang. Ada yang histeris dan stres. Semua tergantung bagaimana menikmatinya.
Demikian pula dengan peristiwa pesta demokrasi pemilihan presiden pada Februari 2024 lalu. Anggap saja itu sebagai sebuah pertandingan politik. Persis seperti pertandingan olahraga. Ada yang kalah dan ada yang menang di saat akhir pertandingan. Peristiwanya hanya sampai di situ. Para pendukung dari tim pemenang merayakannya dengan gembira dan pesta pora. Sedangkan pendukung tim yang kalah ada yang tetap konsisten dengan sumpah serapah mengumbar kekecewaan, bahkan hingga berbulan-bulan setelah pertandingan usai. Tapi ada pula yang tetap merayakan kekalahan dengan ksatria dan tetap gembira.
Yang kita saksikan adalah satu pertandingan yang sama. Namun ada dua jenis reaksi yang berbeda dari satu peristiwa yang sama. Ada pendukung yang larut dalam kegembiraan dan eforia. Ada pendukung yang justru tenggelam dalam kekecewaan dan kesedihan. Kedua jenis reaksi itu adalah pilihan dari realitas yang sama.
Ini sama halnya dengan mindset atau pola pikir kita. Mindset adalah pilihan kita. Mau tetap bahagia atau terus larut dalam kemarahan dan kekecewaan. Pertandingan itu bukan penentu kebahagiaan kita. Kita juga bukan penentu pertandingan. Reaksi kita terhadap pertandingan itulah yang menentukan kita mau bahagia atau kecewa berkepanjangan. Sekali lagi, itu adalah persoalan pola pikir dan pola pandang yang kita pilih. Mindset kitalah yang menentukan kejadian selanjutnya.
Orang bijak pernah mengatakan bahwa hidup itu tidak selalu mulus. Hidup selalu punya sisi-sisi tajam, jurang yang dalam, tebing yang terjal, dan badai yang ganas. Di dalamnya juga tidak hanya berisi para malaikat baik, tapi ada juga monster-monster jahat yang haus darah. Hidup sebagai sebuah realitas yang tidak bisa diprediksi. Hidup selalu bergelombang naik dan turun. Ada yang bisa kita pahami. Tapi ada yang tidak bisa kita bayangkan. Kitalah yang harus menjalani perjalanan hidup itu dengan penuh keyakinan bahwa ini merupakan sebuah proses kita untuk berevolusi menjadi manusia yang makin berkualitas, yang tangguh, dan andal di segala situasi.
Kalau menyitir seorang filsuf Amerika, Ralph Waldo Emerson, tujuan hidup itu bukan untuk bahagia, tetapi untuk menjadi berguna, terhormat, dan penuh kasih. Hidup adalah tentang bagaimana kita membuat perbedaan dari hidup yang sudah kita jalani dengan baik. Kalau menurut saya, tujuan hidup adalah untuk bahagia dengan berbagi kebaikan, cinta, agar berguna bagi banyak orang di luar diri kita dengan apa pun yang kita miliki dan di mana pun kita berada.
Hidup tidak selalu seindah yang kita harapkan dan pikirkan. Itu yang harus kita camkan. Banyak hal buruk dan bahkan jahat akan terjadi dan bahkan menimpa kita. Tetapi kalau ingin berhasil dan bahagia, kuncinya adalah bagaimana kita mengontrol pikiran kita dan reaksi kita terhadap segala peristiwa dalam hidup kita. Kita toh tidak bisa mengontrol perasaan kita. Tetapi, kita dapat mengendalikan bagaimana kita menyikapi dan bertindak. Kita tidak dapat mengubah angin, tetapi kita bisa mengubah arahnya agar kita tetap dapat melanjutkan perjalanan hidup kita. ***

terus menginspirasi mas
LikeLike
Semangat pak Leo. Inspirasi pak Leo bisa membuat kita refl
LikeLike
membuat kita merefleksikan diri. Trimakasih
LikeLike