Pernahkah Anda mengalami kejadian sepele tapi menyakitkan gegara lem? Saya pernah. Ketika itu saya ingin mengelem sebuah cangkir kesayangan yang gompal. Saya menggunakan lem super, power glue, yang kecil wujudnya, tapi daya rekatnya luar biasa. Singkat cerita, bukan pecahan cangkir yang pulih, tapi pecahan cangkir itu menempel di jari saya. Alhasil, saya panik karena sulit sekali melepaskannya. Saya mondar-mandir dengan membawa pecahan cangkir tajam mencari cara untuk melepaskannya. Akhirnya, dengan nyali besar, saya paksa untuk lepas. Jari saya pun terkelupas, perih, dan berdarah. Betapa bodohnya saya waktu itu.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering menggunakan lem, entah yang kadar rekatnya ringan maupun yang super kuat. Lem kita gunakan untuk merekatkan sesuatu yang terpisah agar terikat menjadi satu. Ketika relasi dengan teman, saudara, orang tua, atasan, kekasih mengalami keretakan atau kegompalan, maka kita berusaha mencari lem untuk merekatkannya kembali.
Tapi lebih sering kita tanpa sadar justru melekatkan diri dengan banyak hal di luar diri kita. Kita menciptakan kemelekatan dan ikatan sendiri dengan banyak hal dalam hidup. Kemelekatan itu bisa berupa keyakinan keliru, dendam masa lalu, kepahitan, keegoisan, pamrih, sakit hati, kekecewaan, kemarahan, kebencian, jabatan, kekuasaan, harta. Kalau kualitasnya seperti lem kertas, masih mudah kita melepaskan. Kasih air, kendor, lalu lepas. Tapi kita tanpa sadar sering menciptakan power glue, lem super kuat, yang membuat ikatan kita makin kuat. Daya lekatnya luar biasa. Kalaupun harus dilepaskan, sakitnya juga luar biasa.
Saya kenal dengan seorang saudara yang bawaannya tidak enak untuk dilihat. Auranya sungguh membuat gerah orang yang berada di dekatnya. Omongannya selalu ketus. Sikapnya selalu apatis terhadap hidup. Gampang tersinggung kalau diajak ngobrol. Ternyata dia sedang membawa kekecewaan dan kemarahan masa lalu terhadap keluarganya. Dua hal itu melekat kuat dalam kehidupannya. Seolah di mulutnya ada sebuah bara api yang menempel kuat. Di lidahnya seolah tertempel potongan silet, sehingga kalau ngomong selalu panas dan menyakitkan.
Kemelekatan itu seakan membuat hidupnya tidak ringan lagi. Karena kemana-mana ia selalu membawa kemarahan, kekecewaan, bara api, dan silet di tubuhnya. Hal yang sama juga terjadi dengan orang yang melekat dengan masa lalu yang pahit penuh dendam. Hidupnya terasa berat. Energi semesta yang menghampirinya pun energi negatif yang penuh kepahitan dan kemarahan. Saya sendiri pun pernah mengalami ketika hidup saya dipenuhi dengan tempelan-tempelan dan pecahan beling kebencian, sakit hati, kekecewaan, ketakutan.
Saya belajar banyak ketika suatu kali saya bertemu dengan seorang sahabat. Ia seorang mantan penjudi. Judi adalah hidupnya di masa muda. Ia mengakui sudah ketagihan judi. Untunglah, ia kini sudah bertobat. Satu pelajaran penting yang selalu dibawanya hingga kini adalah urusan melepaskan kemelekatan.
Orang judi itu ibarat mendapat duit iblis, katanya. Sebanyak apapun juga akan habis dimakan iblis. Jadi, ketika ia kalah dan rugi besar, dia sudah tidak memikirkan yang sudah hilang. Ia tidak punya lem untuk mengikat penyesalan, kerugian, dan kekalahannya dalam judi. Hidupnya terasa ringan. Ia tidak mau membuat ikatan dengan masa lalu yang merugikan. Uang hilang bisa dicari. Yang penting dia hepi.
Saya juga belajar dari Ustadz Syaiful Karim. Melepaskan itu hadiah dari semesta. Semesta mengajari kita cara untuk melepaskan. Tapi kita semakin mengumpulkan ikatan-ikatan. Kita semakin asyik mengumpulkan harta, kekuasaan, jabatan, pamrih. Dengan begitu, kita berarti makin membangun ikatan dan kemelekatan. Misalnya, saat kita memberi, jangan berharap imbalan apa pun. Karena kalau kita berharap balasan, berarti kita membangun ikatan dan kemelekatan.
Saya sepakat. Intinya, melepaskan kemelekatan memberikan kita kebebasan. Dengan kebebasan diri inilah kita bisa meraih kebahagiaan. Jadi, kita akan sulit untuk bahagia kalau dalam hati kita masih ada lem yang merekatkan kita pada kemarahan, kekuatiran, dendam dan sebangsanya. Lepaskan kemelekatan-kemelekatan itu supaya hidup terasa ringan, bebas, dan bahagia.
Kata orang pintar, melepaskan kemelekatan itu adalah seni untuk menikmati sesuatu, sambil tetap membuka kemungkinan bahwa kita akan kehilangan suatu saat nanti.***(Leo Wahyudi S)
Foto dari https://www.fabglassandmirror.com/blog/best-glue-for-glass/

Sulit memang lepas dr masa lalu yg pahit…..lebih berat melupakannya daripada menjalaninya.
Ohh….noooo
LikeLike
tidak harus melupakan, tapi harus bisa memaafkan. berdamai itulah yang lebih penting untuk menjalani hidup selanjutnya
LikeLike