PINTU TERTUTUP BUKAN BERARTI JALAN BUNTU
Pernahkah Anda merasa sangat sedih karena melewatkan sebuah tawaran pekerjaan impian atau kehilangan kesempatan emas dalam bisnis? Ketika kesempatan itu terlewat, Anda menyesal dan merasa sudah tidak ada lagi kesempatan berikutnya. Banyak dari kita tumbuh dengan keyakinan bahwa kesempatan hanya datang sekali. Kalimat ini sering kali membuat kita merasa dikejar waktu, cemas, bahkan putus asa saat sesuatu tidak berjalan sesuai rencana.
Tapi, benarkah demikian? Apakah Tuhan dan Semesta sebegitu miskinnya sehingga hanya memberi peluang dan kesempatan pada manusia sekali saja? Atau, sebenarnya kesempatan dan peluang itu banyak, tapi kitalah yang buta dan abai sehingga semua peluang itu terlewat.
Kita gambarkan kehidupan ini seperti saat kita menghadiri pesta pernikahan. Ada banyak hidangan makanan dan minuman yang berlimpah. Lalu, ketika kita akan mengambil makanan kesukaan, ternyata sudah habis. Apakah kemudian kita akan langsung pulang dan merasa kelaparan selamanya? Tentu tidak. Kita tahu bahwa penyelenggara pesta sedang menyiapkan hidangan baru yang mungkin jauh lebih hangat dan lezat. Kita boleh melewatkan dengan mengambil hidangan lain sambil menanti hidangan kesukaan kita.
Semesta bagaikan ruang resepsi atau restoran mewah yang menyediakan segala macam hidangan lezat yang tak ada habisnya. Kita tinggal memilih, menunggu, dan menyantapnya. Begitulah cara kerja Semesta. Menganggap peluang hanya datang sekali sama saja dengan membatasi kuasa Tuhan yang tidak terbatas. Tuhan tidak pernah kekurangan cara untuk memberikan kelimpahan kepada ciptaanNya. Jika hidangan habis, itu bukan berarti kehabisan makanan. Jika sebuah pintu tertutup, itu bukan berarti jalan kita buntu. Itu adalah cara Semesta mengatakan, “Tenang, yang itu tidak cukup baik untukmu. Aku punya sesuatu yang lebih hebat.”
Persoalannya bukan pada kesempatan atau peluang yang hilang. Tapi lebih pada antena kita yang tidak peka. Sering kali, alasan kita merasa kehilangan peluang adalah karena vibrasi atau frekuensi hati dan pikiran kita tidak selaras. Bayangkan Anda ingin mendengarkan radio musik klasik, tetapi antena Anda masih terpaku di frekuensi berita bencana. Tentu Anda tidak akan bisa menangkap keindahan musiknya, karena frekuensi Anda tidak pas.
Ketakutan, keraguan, dan rasa pesimis adalah gangguan sinyal antena yang membutakan mata kita. Saat kita terlalu fokus meratapi peluang yang hilang, kita justru menciptakan dinding yang menghalangi peluang baru untuk masuk. Sebetulnya, kita tidak kehilangan peluang, tapi kita hanya kehilangan kemampuan untuk melihatnya. Pikiran dan hati kita tidak selaras dengan frekuensi Semesta sehingga radio kehidupan kita tidak dapat menangkap siarannya dengan jernih.
Ketika kita kehilangan kesempatan dan peluang, yakinlah bahwa Tuhan dan Semesta sedang mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih baik dan lebih layak bagi kita yang sedang menghampiri. Sebaliknya, kalau kita menganggap peluang adalah kesempatan yang datang hanya sekali, ini sama saja dengan melecehkan kehebatan Semesta. Kita sedang menciptakan batasan, aturan, yang membatasi kuasaNya untuk menjalankan kehebatannya. Kita justru sedang melangkah di jalan buntu.
Percayalah, hari ini ada ribuan peluang yang sedang mengantre untuk menghampiri kita. Tugas kita bukanlah mengejarnya dengan rasa cemas, melainkan membuka hati dan mempersiapkan diri untuk menyambutnya dengan hati, pikiran, dan kesadaran yang terbuka. Alam dan Tuhan punya hukum dan waktu yang sempurna. Kita tidak bisa mengatur apalagi memaksakannya. Yakinlah. Semesta dan Tuhan selalu menyediakan peluang serta kesempatan tak terbatas dan menghadirkannya bagi Anda dengan berbagai cara untuk mendapatkan perhatian Anda. Tugas kita hanya menyelaraskan kesadaran hati dan pikiran agar kita layak mendapatkannya. ***

Leave a comment